Minggu, 17 Oktober 2010
Eksplorasi minyak bumi (Exploration Oil)
Eksplorasi atau pencarian minyak bumi merupakan suatu kajian panjang yang melibatkan beberapa bidang kajian kebumian dan ilmu eksak. Untuk kajian dasar, riset dilakukan oleh para geologist, yaitu orang-orang yang menguasai ilmu kebumian. Mereka adalah orang yang bertanggung jawab atas pencarian hidrokarbon tersebut.
Perlu diketahui bahwa minyak di dalam bumi bukan berupa wadah yang menyerupai danau, namum berada di dalam pori-pori batuan bercampur bersama air. Ilustrasinya seperti gambar di bawah ini.
Kajian Geologi
Secara ilmu geologi, untuk menentukan suatu daerah mempunyai potensi akan minyak bumi, maka ada beberapa kondisi yang harus ada di daerah tersebut. Jika salah satu saja tidak ada maka daerah tersebut tidak potensial atau bahkan tidak mengandung hidrokarbon. Kondisi itu adalah:
* Batuan Sumber (Source Rock)
Yaitu batuan yang menjadi bahan baku pembentukan hidrokarbon. biasanya yang berperan sebagai batuan sumber ini adalah serpih. batuan ini kaya akan kandungan unsur atom karbon (C) yang didapat dari cangkang - cangkang fosil yang terendapkan di batuan itu. Karbon inilah yang akan menjadi unsur utama dalam rantai penyusun ikatan kimia hidrokarbon.
* Tekanan dan Temperatur
Untuk mengubah fosil tersebut menjadi hidrokarbon, tekanan dan temperatur yang tinggi di perlukan. Tekanan dan temperatur ini akan mengubah ikatan kimia karbon yang ada dibatuan menjadi rantai hidrokarbon.
* Migrasi
Hirdokarbon yang telah terbentuk dari proses di atas harus dapat berpindah ke tempat dimana hidrokarbon memiliki nilai ekonomis untuk diproduksi. Di batuan sumbernya sendiri dapat dikatakan tidak memungkinkan untuk di ekploitasi karena hidrokarbon di sana tidak terakumulasi dan tidak dapat mengalir. Sehingga tahapan ini sangat penting untuk menentukan kemungkinan eksploitasi hidrokarbon tersebut.
* Reservoar
Adalah batuan yang merupakan wadah bagi hidrokarbon untuk berkumpul dari proses migrasinya. Reservoar ini biasanya adalah batupasir dan batuan karbonat, karena kedua jenis batu ini memiliki pori yang cukup besar untuk tersimpannya hidrokarbon. Reservoar sangat penting karena pada batuan inilah minyak bumi di produksi.
* Perangkap (Trap)
Sangat penting suatu reservoar di lindungi oleh batuan perangkap. tujuannya agar hidrokarbon yang ada di reservoar itu terakumulasi di tempat itu saja. Jika perangkap ini tidak ada maka hidrokarbon dapat mengalir ketempat lain yang berarti ke ekonomisannya akan berkurang atau tidak ekonomis sama sekali. Perangkap dalam hidrokarbon terbagi 2 yaitu perangkap struktur dan perangkap stratigrafi.
Kajian geologi merupakan kajian regional, jika secara regional tidak memungkinkan untuk mendapat hidrokarbon maka tidak ada gunanya untuk diteruskan. Jika semua kriteria di atas terpenuhi maka daerah tersebut kemungkinan mempunyai potensi minyak bumi atau pun gas bumi. Sedangkan untuk menentukan ekonomis atau tidaknya diperlukan kajian yang lebih lanjut yang berkaitan dengan sifat fisik batuan. Maka penelitian dilanjutkan pada langkah berikutnya.
Kajian Geofisika
setelah kajian secara regional dengan menggunakan metoda geologi dilakukan, dan hasilnya mengindikasikan potensi hidrokarbon, maka tahap selanjutnya adalah tahapan kajian geofisika. Pada tahapan ini metoda - metoda khusus digunakan untuk mendapatkan data yang lebih akurat guna memastikan keberadaan hidrokarbon dan kemungkinannya untuk dapat di ekploitasi. Data-data yang dihasilkan dari pengukuran pengukuran merupakan cerminan kondisi dan sifat-sifat batuan di dalam bumi. Ini penting sekali untuk mengetahui apakan batuan tersebut memiliki sifat - sifat sebagai batuan sumber, reservoar, dan batuan perangkap atau hanya batuan yang tidak penting dalam artian hidrokarbon. Metoda-metoda ini menggunakan prinsip-prinsip fisika yang digunakan sebagai aplikasi engineering.
Metoda tersebut adalah:
1. Eksplorasi seismik
Ini adalah ekplorasi yang dilakukan sebelum pengeboran. kajiannya meliputi daerah yang luas. dari hasil kajian ini akan didapat gambaran lapisan batuan didalam bumi.
2. Data resistiviti
Prinsip dasarnya adalah bahwa setiap batuan berpori akan di isi oleh fluida. Fluida ini bisa berupa air, minyak atau gas. Membedakan kandungan fluida didalam batuan salah satunya dengan menggunakan sifat resistan yang ada pada fluida. Fluida air memiliki nilai resistan yang rendah dibandingkan dengan minyak, demikian pula nilai resistan minyak lebih rendah dari pada gas. dari data log kita hanya bisa membedakan resistan rendah dan resistan tinggi, bukan jenis fluida karena nilai resitan fluida berbeda beda dari tiap daerah. sebagai dasar analisa fluida perlu kita ambil sampel fluida didalam batuan daerah tersebut sebagai acuan kita dalam interpretasi jenis fluida dari data resistiviti yang kita miliki.
3. Data porositas
4. Data berat jenis
* Data berat jenis
Data ini diambil dengan menggunakan alat logging dengan bantuan bahan radioaktif yang memancarkan sinar gamma. Pantulan dari sinar ini akan menggambarkan berat jenis batuan. Dapat kita bandingkan bila pori batuan berisi air dengan batuan berisi hidrokarbon akan mempunyai berat jenis yang berbeda.
TURBIDITE CURRENT (Arus Turbidit)
Turbidit : suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang memiliki suspensi sedimen dan mengalir pada dasar tubuh cairan, karena mempunyai kerapatan yang lebih besar daripada cairan tersebut.(Keunen dan Migliorini, 1950).
Ciri-ciri endapan Turbidit :
Endapan turbidit mempunyai karakteristik tertentu yang sekaligus dapat dijadikan sebagai ciri pengenalnya. Namun perlu diperhatikan bahwa ciri itu bukan hanya berdasarkan suatu sifat tunggal sehingga tidak bisa secara langsung untuk mengatakan bahwa suatu endapan adalah endapan turbidit. Hal ini mengingat bahwa banyak struktur sedimen tersebut, yang juga berkembang pada sedimen yang bukan turbidit (Keunen, 1964).
Karakteristik endapan turbidit pada dasarnya dapat dikelompokan ke dalam dua bagian besar berdassarkan litologi dan struktur sedimen, yaitu :
1)Karakteristik Litologi
a)Terdapat perselingan tipis yang bersifat ritmis antar batuan berbutir relatif kasar dengan batuan yang berbutir relatif halus, dengan ketebalan lapisan beberapa milimeter sampai beberapa puluh centimeter. Umumnya perselingan antar batupasir dan serpih. Batas atas dan bawah lapisan datar, tanpa adanya penggerusan (scouring).
b)Pada lapisan batuan berbutir kasar memiliki pemilahan buruk dan mengandung mineral-mineral kuarsa, feldspar, mika, glaukonit, juga banyak didapatkan matrik lempung. Kadang-kadang dijumpai adanya fosil rework, yang menunjukan lingkungan laut dangkal.
c)Pada beberapa lapisan batupoasir dan batulanau didapatkan adanya fragmen tumbuhan.
d)Kontak perlapisan yang tajam, kadang berangsur menjadi endapan pelagik.
e)Pada perlapisan batuan, terlihat adanya struktur sedimen tertentu yang menunjukan proses pengendapannya, yaitu antara lain perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, perlapisan bergelombang, konvolut, dengan urut-urutan tertentu.
f)Tak terdapat struktur sedimen yang memperlihatkan ciri endapan laut dangkal maupun fluvial, antara lain pengerukan, silang siur, dll.
g)Sifat-sifat penunjukan arus , memperlihatkan pola aliran yang hampir seragam saat suplai terjadi.
Karakteristik tersebut tidak selalu harus ada pada suatu endapan turbidit. Dalam hal ini lebih merupakan suatu alternatif, mengingat bahwa suatu endapan turbidit juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang akan memberikan ciri yang berbeda dari suatu tempat ke tempat lain.
2)Karakteristik Struktur sedimen
Menurut Bouma (1962) dalam hal pengenalan endapan turbidit salah satu ciri yang penting adalah struktur sedimen, karena mekanisme pengendapan arus turbid memberikan karakteristik sedimen tertentu. Banyak klasifikasi struktur sedimen hasil mekanisme arus turbid, salah satunya karakteristik genetik dari Selly (1969). Selly (1969) mengelompokan struktur sedimen menjadi 3 berdasarkan proses pembentukannya :
a)Struktur Sedimen Pre-Depositional
Merupakan struktur sedimen yang terjadi sebelum pengendapan sedimen, yang berhubungan dengan proses erosi oleh bagian kepala (head) dari suatu arus turbid (Middleton, 1973). Umumnya pada bidang batas antara lapisan batupasir dan serpih. Beberapa struktur sedimen yang antara lain flute cast, groove cast.
b)Struktur Sedimen Syn-Depositional
Struktur yang terbentuk bersamaan dengan pengendapan sedimen, dan merupakan struktur yang penting dalam penentuan suatu endapan turbidit. Beberapa struktur sedimen yang penting diantaranya adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar dan perlapisan bergelombang.
c)Struktur Sedimen Post-Derpositional
Struktur sedimen yang dibentuk setelah terjadi pengendapan sedimen, yang umumnya berhubungan dengan proses deformasi. Salah satunya struktur pembebanan.
Sam Boggs (1995) mengklasifikasikan struktur sedimen dengan menghubungkan struktur stratifikasi dan bentuk dasar. (Table 2.2). Struktur stratifikasi dibagi menjadi 4 :
(1)Bedding dan lamination
(2)Bedforms
(3)Cross lamination
(4)Irregular stratification
Struktur sedimen dibagi 4 berdasarkan proses terjadinya, yaitu :
1)Strutur yang terjadi karena proses sedimentasi
2)Struktur yasng terjadi karena adanya deformasi
3)Struktur yang terjadi karena erosi
4)Struktur yang terbentuk dari aktivitas biogenic
Umumnya struktur sedimen yang ditemukan pada endapan turbidit adalah struktur sedimen yang terbentuk karena proses sedimentasi, terutama yang terjadi karena proses pengendapan suspensi dan arus.
Bouma (1962) memberikan urutan ideal endapan turbidit yang dikenal dengan Bouma Sequence, dari interval a-e. Urut-urutan endapan turbidit yang umumnya berupa perselingan antara batupasir dan batulempung merupakan suatu satuan yang berirama (ritmis), dimana setiap satuan merupakan hasil episode tunggal dari suatu arus turbid. Bouma Sequence yang lengkap dibagi 5 interval, peralihan antara satu interval ke interval berikutnya dapat secara tajam, berangsur, atau semu, yaitu :
1)Gradded Interval (Ta)
Merupakan perlapisan bersusun dan bagian terbawah dari urut-urutan ini, bertekstur pasir kadang-kadang sampai kerikilatau kerakal. Struktur perlapisan ini menjadi tidak jelas atau hilang sama sekali apabila batupasir penyusun ini terpilah baik. Tanda-tanda struktur lainnya tidak tampak.
2)Lower Interval of Parallel Lamination (Tb)
Merupakan perselingan antara batupasir dengan serpih atau batulempung, kontak dengan interval dibawahnya umumnya secara berangsur.
3)Interval of Current Ripple Lamination (Tc)
Merupakan struktur perlapisan bergelombang dan konvolut. Ketebalannya berkisar antara 5-20 cm, mempunyai besar butir yang lebih halus daripada kedua interval dibawahnya. (Interval Tb).
4)Upper Interval of Parallel Lamination (Td)
Merupakan lapisan sejajar, besar butir berkisar dari pasir sangat halus sampai lempung lanauan. Interval paralel laminasi bagian atas, tersusun perselingan antarabatupasir halus dan lempung, kadang-kadang lempung pasirannya berkurang ke arah atas. Bidang sentuh sangat jelas.
5)Pelitic Interval (Te)
Merupakan susunan batuan bersifat lempungan dan tidak menunjukan struktur yang jelas ke arah tegak, material pasiran berkurang, ukuran besar butir makin halus, cangkang foraminifera makin sering ditemukan. Bidang sentuh dengan interval di bawahnya berangsur. Diatas lapisan ini sering ditemukan lapisan yang bersifat lempung napalan atau yang disebut lempung pelagik.
Urut-urutan idealseperti diatas mungkin tak selalu didapatkan dalam lapisan, dan umumnya dapat merupakan urut-urutan internal sebagai berikut (Gb.2.5) :
1)Base cut out sequence.
Urutan interval ini merupakan urutan turbidit yang lebih utuh, sedangkan bagian bawahnya hilang. Bagian yang hilang bisa Ta, Ta-b, Ta-c dan Ta-d.
2)Truncated sequence
Urutan interval yang hilang dari sekuen yang hilang adalah bagian atas, yaitu : Tb-e, Tc-e, Td-e, Te. Hal ini disebabkan adanya erosi oleh arus turbid yang kedua.
3)Truncated base cut out sequence
Urutan ini merupakan kombinasi dari kedua kelompok base cut out sequence dan truncated sequence yaitu bagian atas dan bagian bawah bisa saja hilang.
Bouma (1962) telah membuat bentuk hipotetik kerucut tunggal dan ganda (gb.2.5). Pada dasarnya endapan oleh arus turbid yang besar mempunyai rangkaian yang lengkap dan setelah pengendapan material yang kasar kecepatan berkurang dan pada saat tertentu dimana kecepatan sangat rendah mulai terbentuk laminasi interval (Tb-e = T2). Proses berkurangnya kecepatan dan ukuran butir sedimen berjalan terus selama pengendapan, sehingga terbentuk rangkaian (Tc=T3), (Td-e=T4) dan (Te=T5).
Berdasarkan sifat jauh dekatnya sumber, maka endapan turbidit dapat dibagi menjadi 3 fasies, yaitu : fasies proximal, intermediate dan distal. Distal merupakan endapan turbidit yang pengendapannya relatif lebih jauh dari sumbernya atau tidak mengandung interval a dan b. endapannya dicirikan oleh adanya perselingan yang teratur antara batupasir dan serpih, lapisan batupasirnya tipis-tipis dan lapisan serpihnya lebih tebal. Pengendapan yang relatif lebih dekat dengan sumbernya disebut turbidit proximal, biasanya berbutir kasar, kadang0kadang konglomeratan dan sedikit serpih.
Mekanisme Pembentukan Endapan Turbidit
Middleton (1967) menyatakan bahwa arus turbid merupakan salah satu tipe dari arus kerapatan (density current), dimana arus bergerak secara gaya berat, karena adanya perbedaan kerapatan antara arus dengan cairan di sekeliingnya, yang disebabkan oleh adanya dispersi sedimen pada suatu tempat (misalnya : muara sungai atau delta), dimana sedimen banyak terakumulasi karena adanya faktor pemicu, misalnya : suatu gempa bumi, tsunami,dll, mulai bergerak dan meluncur secara tiba-tiba ke arah bawah cekungan. Saat sedimen tersebut mulai meluncur ke bawah akan membentuk slump. Slump tersebut bergerak perlahan-lahan dan berangsur-angsur menjadi lebih cepat disebabkan adanya pengurangan viskositas. Selanjutnya massa sedimen akan bergerak sampai pada lereng yang curam, maka terjadilah kenaikan kecepatan dan pergerakan selanjutnya berubah menjadi arus turbid, sehingga butiran kasar akan terkonsentrasi pada bagian kepala arus, sedangkan yang lebih hglus di bagian ekor. Karena pengaruh gravitasi maka arus turbid akan bergerak ke bawah mengikuti ngarai di bawah samudera.
Pada saat mendekati daerah pengendapannya, kecepatan arus mulai berkurang karena penurunan gravitasi akibat kemiringan lereng yang semakin landai. Dalam kondisi seperti ini maka bagian kepala dari arus akan mengerosi lapisan dibawahnya membentuk struktur sedimen scour mark. Sesuai dengan sifat-sifat kerapatan arus, maka pengendapan akan terjadi sekaligus, sehingga sedimen yang diendapkan mempunyai pemilahan yang sangat buruk. Dalam hal ini material-material yang lebih berat akan terkumpul pada bagian depan arus turbid, sedangkan material halus akan terperangkap bersama-sama. Endapan yang pertama terbentuk adalah batupasir berstruktur perlapisan bersusun. Selanjutnya arus akan semakin lemah dan sedimen yang halus akan diendapkan. Apabila kecepatan arus telah hilang, maka akan terjadi pengendapan lempung pelagik dalam suasana suspensi yang menunjukan kondisi lingkungan bernergi rendah.
Bouma (1962) menyimpulkan bahwa partikel-partikel sedimen bergerak tanpa bantuan benturan atau seretan air, tetapi bergerak dibawah permukaan air yang relatif tenang (stagnant water). Massa sedimen bisa saja tidak tercampur air secara baik sehingga mengakibatkan massa sedimen tersebut terlalu encer untuk melengser dan membentuk arus turbid. Sedimen yang berbutir kasar tidak menempati bagian kepala dan apabila terendapkan massa sedimen kasar akan membentuk fluxoturbidite yaitu endapan antara nendatan dan arus turbid (Dzulynski, dkk, 1959).
Menurut Koesoemadinata (1972) pengendapan arus turbid merupakan suatu keadaan massa teronggok pada lereng benua, yang secara tiba-tiba dapat meluncur dengan kecepatan tinggi bercampur dengan air, yang merupakan suatu aliran menuju laut dalam. Disini partikel-partikel sedimen bergerak tanpa bantuan benturan /seretan air, melainkan oleh energi inersia, dimana energi potensial diubah menjadi energi kinetik, kemudian pengendapan terjadi segera setelah energi kinetik habis.
Middleton dan Hampton (1973) memperkenalkan istilah sedimen gravity flow untuk menerangkan mekanisme pengangkutan batupasir dan sedimen klastik kasar lainnya dalam lingkungan laut dalam melalui pematang bawah samudra (submarine canyons). Dalam hal ini istilah sedimen gravity flow, digunakan secara umum untuk aliran sedimen atau campuran sedimen fluida dibawah pengaruh gaya berat. Berdasarkan gerakan relatif antar butir dan jaraknya dari sumber, sedimen gravity flow dapat dibedakan menjadi 4 jenis (gb.2.7) yaittu :
1)Aliran turbid (turbidity current), dimana butir-butir telah lepas sama sekali dan masing-masing butir didukung oleh fluida (telah terinduksi menjadi turbulen).
2)Aliran sedimen yang difluidakan (fluidized sediment flow), butir yang lepas di dukung oleh cairan yang diperas ke atas antar butir. Butir-butir masih bersentuhan.
3)Aliran butir (grain flow), dimana butir-butir belum lepas dan dalam mengalir masih sering bersentuhan.
4)Aliran debris (debris flow), dimana butir-butir kasar masih didukung oleh matriks (massa dasar) campuran sedimen yang lebih halus dan media (air) dan masih mempunyai kekuatan. Jika butir-butir ini masih mempunyai kekuatan dan relatif merupakan massa dan terdapat kohesi antara butir, maka hal ini disebut slump (lengseran), sehingga masih bersifat plastis.
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu terbentuk.
Dalam menentukan fasies turbidit, Walker dan Mutti (1973) merinci pembagian fasies turbidit dari Mutti dan Ricci Lucci (1972).
Walker dan Mutti (1973) telah mengemukakan suatu model, yaitu model kipas laut dalam dan hubungannya dengan fasies turbidit (gb.2.9). Walker (1978) kemudian menyederhanakan kembali klasifikasi tersebut menjadi 5 fasies, yaitu :
1)Fasies Turbidit Klasik (Classical Turbidite, CT)
Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir dan serpih/batulempung dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel. Struktur sedimen yang sering dijumpai adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, dan laminasi, konvolut atau a,b,c Bouma (1962), lapisan batupasir menebal ke arah atas. Pada bagian dasar batupasir dijumpai hasil erosi akibat penggerusan arus turbid (sole mark) dan dapat digunakan untuk menentukan arus turbid purba. Dicirikan oleh adanya CCC (Clast, Convolution, Climbing ripples). Climbing ripples dan convolut merupakan hasil dari pengendapan suspensi, sedangkan clast merupakan hasil erosi arus turbid (Walker, 1985).
2)Fasies Batupasir masif (Massive Sandstone, MS)
Fasies ini terdiri dari batupasir masif, kadang-kadang terdapat endapan channel, ketebalan 0,5-5 meter, struktur mangkok/dish structure. Fasies ini berasosiasi dengan kipas laut bagian tengah dan atas.
3)Fasies Batupasir Kerakalan (Pebbly Sandstone, PS)
Fasies ini terdiri dari batupasir kasar, kerikil-kerakal, struktur sedimen memperlihatkan perlapisan bersusun, laminasi sejajar, tebal 0,5 – 5 meter. Berasosiasi dengan channel, penyebarannya secara lateral tidak menerus, penipisan lapisan batupasir ke arah atas dan urutan Bouma tidak berlaku.
Fasies Konglomeratan (Clast Supported Conglomerate, CGL)
Fasies ini terdiri dari batupasir sangat kasar, konglomerat, dicirikan oleh perlapisan bersusun, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, pemilahan buruk, penipisan lapisan batupasir ke arah atas, tebal 1-5 m. Fasies ini berasosiasi dengan sutrafanlobes dari kipas tengah dan kipas atas.
Fasies Lapisan yang didukung oleh aliran debris flow dan lengseran (Pebbly mudstone, debris flow, slump and slides, SL).
Fasies ini terdiri dari berbagai kumpulan batuan, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah-bongkah yang terkompaksi. Fasies ini berasosiasi dengan lingkungan pengendapan kipas atas (upper channel fill).
Dari penelitian fasies turbidit ini, beberapa peneliti kemudian berusaha untukmembuat suatu model kipas bawah laut, yang merupakan asosiasi dari beberapa fasies. Model fasies adalah suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus (Walker, 1992). Dari model tersebut diharapkan dapat diketahui arah pengendapan serta letak dari suatu endapan turbidit.
Model Kipas Bawah Laut Mutti dan Lucchi
Mutti dan Lucchi (1972) berdasarkan sifat fisik endapan turbidit seperti warna, komposisi, variasi besar butir, tekstur perlapisan dan struktur sedimen, membagi fasies turbidit menjadi 7 fasies utama, yaitu fasies A,B,C,D,E,F, DAN G, dimana ketujuh fasies tersebut berasosiasi dengan tiga lingkungan pengendapan, yaitu : lereng (slope), dibagi menjadi lereng atas (upper slope) dan lereng bawah (lower slope); kipas (fan) dibagi menjadi kipas dalam (inner fan), kipas tengah (middle fan) dan kipas luar (outer fan); kumpulan daratan cekungan.
Model Kipas Bawah Laut Normark
Model kipas bawah laut Normark (1978), terdiri dari 3 lingkungan pengendapan utama, yaitu : kipas atas (upper fan), kipas tengah (middle fan), dan kipas bawah (lower fan). Kipas atas ditandai oleh suatu lembah dengan lebar 1-5 km, endapan dasar lembah terdiri dari endapan berbutir kasar seperti endapan channel, braided berupa batupasir kasar dan batulanau, struktur sedimen perlapisan bersusun, perlapisan sejajar atau interval a dan b Bouma (1962). Kipas tengah ditandai bentuk morfologi suprafan lobe, litologi terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung, dimana sifat lapisan batupasir mengkasar dan menebal kearah atas, kipas bawah ditandai oleh permukaan yang hampir rata (flat), lapisan batupasir yang tipis dan berstruktur perlapisan sejajar atau interval b Bouma (1962).
Model Kipas Bawah Laut Walker
Model kipas menurut Walker (1978) ini merupakan penyempurnaan darii beberapa peneliti terdahulu yang terdiri dari saluran utama (fedder channel), lereng(slope), kipas atas (upper fan ), kipas tengah (middle fan) yang terdiri dari channeled portion of suprafan lobes, kipas bawah (lower fan) dan dasar cekungan (basin pain). Pada umumnya kipas tersebut berasosiasi dengan lima fasies turbidit yang diajukan oleh Walker (1978). Hubungan antara mekanisme arus turbid dengan jenis fasies yang dihasilkannya dapat dilihat pada gambar 2.11 dibawah ini
Pada dasarnya Walker (1978) membagi kipas laut dalam 4 bagian pokok, yaitu :
1)Asosiasi Fasies Pada Lembah Pengisi
Lembah pengisi merupakan alur utama dari sedimen yang membentuk lipas laut dalam. Lembah ini memotong lereng kontinen dan dapat menerus dari laut dalam sampai dekat pantai. Dari penyelidikan yang dilakukan umumnya lembah pengisi berisi sedimen berukuran halus (fasies G), interkalasi lensa-lensa tubuh batupasir dari fasies A merupakan endapan paritan (submarine channel), interkalasi batuan yang campur aduk (fasies F) juga sering didapatkan sisipan fasies E dan D, diperkirakan sebagai akibat dari kenaikan atau fluktuasi muka air laut setelah zaman es.
2)Asosiasi Fasies Kipas Laut Dalam
Kipas ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : kipas atas (upper fan), kipas tengah (middle fan), dan kipas bawah (lower fan).
a)Kipas Atas (upper fan)
Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas laut dalam, yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh perubahan kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi endapan ulang) ini membawa fragmen ukuran besar, maka tempat fragmen kasar tersebut diendapkan adalah bagian ini. Fragmen kasar dapat berupa batupasir dan konglomerat yang dapat digolongkan ke dalam fasies A,B dan F.
Bentuk lembah-lembah pada kipas atas ini bermacam-macam, bias bersifat meander, bias juga hampir berkelok (low sinuosity). Mungkin hal ini berhubungan dengan kemiringan dan kecepatan arus melaluinya, ukuran kipas atas ini cukup besar dan bervariasi tergantung besar dan kecilnya kipas itu sendiri. Lebarnya bisa mencapai mulai dari ratusan meter sampai beberapa kilometer, dengan kedalaman dari puluhan sampai ratusan meter. Alur-alur pada kipas atas berukuran cukup besar.
Walker (1978) memberikan model urutan macam sedimen kipas atas ke bawah. Bagian teratas ditandai oleh fragmen aliran (debris flow) berstruktur longsoran (slump), jika sedimennya berupa konglomerat, maka umumnya letak semakin ke bawah pemilahannya makin teratur, mengakibatkan bentuk lapisan tersusun terbalik ke bagian atas dan berubah menjadi lapisan normal bagian bawah.
b)Kipas tengah (middle fan)
Bagian tengah kipas laut dalam adalah yang paling menarik dan sering diperdebatkan. Letak kipas tengah berada di bawah aliran kipas atas.
Morfologi kipas laut dalam bagian tengah berumur Resen, dapat dibagi menjadi 2, yaitu suprafan dan suprafan lobes, disamping ketinggian dari lautan, juga morfologi di dalamnya. Suprafan umumnya ditandai lembah yang tidak mempunyai tanggul alam (Nomark, 1978) dimana lembah tersebut saling menganyam (braided), sehingga dalam profil seismic berbentuk bukit-bukit kecil. Relief ini sebenarnya merupakan bukit-bukit dan lembah yang dapat mempunyai relief 90 meter. Lembah dapat berisi pasir sampai kerakal (Nomark,1980), kadang-kadang dapat menunjukan urutan Bouma (1962).
Bagian suprafan sebenarnya lebih merupakan model yang kadang-kadang di lapangan sulit untuk diterapkan. Masalah dasar tmbuhnya model bagian ini adalah adanya urutan batuan yang cirinya sangat menyerupai kipas luar, tetapi masih menunjukan bentuk-bentuk torehan, dimana cirri terakhir ini menurut Walker (1978) adalah kipas Suprafan.
Asosiasi fasies kipas bagian tengah berupa tubuh-tubuh batupasir dengan sedikit konglomerat yang berbentuk lensa yang lebih lebar dan luas. Batupasir dan Konglomerat tergolong ke dalam fasies A, B, dan F. Fasies-fasies itu disisipi juga oleh lapisan-lapisan sejajar dari fasies D dan E, kadang-kadang juga fasies C.
Asosiasi fasies ini berbeda dengan asosiasi fasies yang terdapat di kipas bagian dalam, yaitu :
Tubuh batupasir dan konglomerat dimensinya kecil
Geometrinya kurang cembung ke bawah
Adanya sisipan-sisipan perselingan dari batupasir-batulempung.
c)Kipas Bawah (Lower Fan)
Kipas bawah terletak pada bagian luar dari system laut dalam, Umumnya mempunyai morfologi yang datar sangat landai (Nomark,1978). Kipas bawah merupakan endapan paling akhir dari system paket atau aliran gravitasi tersebut yang paling mungkin mencapai bagian kipas adalah system aliran dari arus kenyang. Ukuran yang paling mungkin di daerah kipas luar adalah berukuran halus.
Serta menunjukan urutan vertical , Bouma (1962). Asosiasi fasies kipas bawah disusun oleh lensa-lensa butiran di dalam batulempung, perselingan batupasir dan batulanau yang berlapis tebal. Lnesa-lensa batupasir dari fasies B dan C, sedangkan batuan-batuan yang mengapitnya dari fasies D .
Karakteristik asosiasi fasies –fasies kipas bagian bawah ditandai oleh :
Langkanya batuan-batuan yang diendapkan di dalamnya pasitan (channel deposit)
Penampang geometrinya berbentuk lensa.
Di bagian puncak sekuen, kadang-kadang didapatkan juga endapan paritan dan amalgamasi.
Sering kali sekuennya memperlihatkan penebalan lapisan ke bagian atas.
3)Asosiasi Fasies Lantai Cekungan
Daerah lantai cekungan adalah daerah yang tidak dipengaruhi oleh aliran gravitasi, dan merupakan endapan asli pada bagian laut tersebut.
Asosiasi fasies lantai cekungan dicirikan oleh :
Asosiasi fasies Ddan G
Perlapisan sejajar
Arah purba memancar
Homogenitas fasies dan pola perlapisan, baik ke arah lateral maupun tegak.
Ciri-ciri endapan Turbidit :
Endapan turbidit mempunyai karakteristik tertentu yang sekaligus dapat dijadikan sebagai ciri pengenalnya. Namun perlu diperhatikan bahwa ciri itu bukan hanya berdasarkan suatu sifat tunggal sehingga tidak bisa secara langsung untuk mengatakan bahwa suatu endapan adalah endapan turbidit. Hal ini mengingat bahwa banyak struktur sedimen tersebut, yang juga berkembang pada sedimen yang bukan turbidit (Keunen, 1964).
Karakteristik endapan turbidit pada dasarnya dapat dikelompokan ke dalam dua bagian besar berdassarkan litologi dan struktur sedimen, yaitu :
1)Karakteristik Litologi
a)Terdapat perselingan tipis yang bersifat ritmis antar batuan berbutir relatif kasar dengan batuan yang berbutir relatif halus, dengan ketebalan lapisan beberapa milimeter sampai beberapa puluh centimeter. Umumnya perselingan antar batupasir dan serpih. Batas atas dan bawah lapisan datar, tanpa adanya penggerusan (scouring).
b)Pada lapisan batuan berbutir kasar memiliki pemilahan buruk dan mengandung mineral-mineral kuarsa, feldspar, mika, glaukonit, juga banyak didapatkan matrik lempung. Kadang-kadang dijumpai adanya fosil rework, yang menunjukan lingkungan laut dangkal.
c)Pada beberapa lapisan batupoasir dan batulanau didapatkan adanya fragmen tumbuhan.
d)Kontak perlapisan yang tajam, kadang berangsur menjadi endapan pelagik.
e)Pada perlapisan batuan, terlihat adanya struktur sedimen tertentu yang menunjukan proses pengendapannya, yaitu antara lain perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, perlapisan bergelombang, konvolut, dengan urut-urutan tertentu.
f)Tak terdapat struktur sedimen yang memperlihatkan ciri endapan laut dangkal maupun fluvial, antara lain pengerukan, silang siur, dll.
g)Sifat-sifat penunjukan arus , memperlihatkan pola aliran yang hampir seragam saat suplai terjadi.
Karakteristik tersebut tidak selalu harus ada pada suatu endapan turbidit. Dalam hal ini lebih merupakan suatu alternatif, mengingat bahwa suatu endapan turbidit juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang akan memberikan ciri yang berbeda dari suatu tempat ke tempat lain.
2)Karakteristik Struktur sedimen
Menurut Bouma (1962) dalam hal pengenalan endapan turbidit salah satu ciri yang penting adalah struktur sedimen, karena mekanisme pengendapan arus turbid memberikan karakteristik sedimen tertentu. Banyak klasifikasi struktur sedimen hasil mekanisme arus turbid, salah satunya karakteristik genetik dari Selly (1969). Selly (1969) mengelompokan struktur sedimen menjadi 3 berdasarkan proses pembentukannya :
a)Struktur Sedimen Pre-Depositional
Merupakan struktur sedimen yang terjadi sebelum pengendapan sedimen, yang berhubungan dengan proses erosi oleh bagian kepala (head) dari suatu arus turbid (Middleton, 1973). Umumnya pada bidang batas antara lapisan batupasir dan serpih. Beberapa struktur sedimen yang antara lain flute cast, groove cast.
b)Struktur Sedimen Syn-Depositional
Struktur yang terbentuk bersamaan dengan pengendapan sedimen, dan merupakan struktur yang penting dalam penentuan suatu endapan turbidit. Beberapa struktur sedimen yang penting diantaranya adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar dan perlapisan bergelombang.
c)Struktur Sedimen Post-Derpositional
Struktur sedimen yang dibentuk setelah terjadi pengendapan sedimen, yang umumnya berhubungan dengan proses deformasi. Salah satunya struktur pembebanan.
Sam Boggs (1995) mengklasifikasikan struktur sedimen dengan menghubungkan struktur stratifikasi dan bentuk dasar. (Table 2.2). Struktur stratifikasi dibagi menjadi 4 :
(1)Bedding dan lamination
(2)Bedforms
(3)Cross lamination
(4)Irregular stratification
Struktur sedimen dibagi 4 berdasarkan proses terjadinya, yaitu :
1)Strutur yang terjadi karena proses sedimentasi
2)Struktur yasng terjadi karena adanya deformasi
3)Struktur yang terjadi karena erosi
4)Struktur yang terbentuk dari aktivitas biogenic
Umumnya struktur sedimen yang ditemukan pada endapan turbidit adalah struktur sedimen yang terbentuk karena proses sedimentasi, terutama yang terjadi karena proses pengendapan suspensi dan arus.
Bouma (1962) memberikan urutan ideal endapan turbidit yang dikenal dengan Bouma Sequence, dari interval a-e. Urut-urutan endapan turbidit yang umumnya berupa perselingan antara batupasir dan batulempung merupakan suatu satuan yang berirama (ritmis), dimana setiap satuan merupakan hasil episode tunggal dari suatu arus turbid. Bouma Sequence yang lengkap dibagi 5 interval, peralihan antara satu interval ke interval berikutnya dapat secara tajam, berangsur, atau semu, yaitu :
1)Gradded Interval (Ta)
Merupakan perlapisan bersusun dan bagian terbawah dari urut-urutan ini, bertekstur pasir kadang-kadang sampai kerikilatau kerakal. Struktur perlapisan ini menjadi tidak jelas atau hilang sama sekali apabila batupasir penyusun ini terpilah baik. Tanda-tanda struktur lainnya tidak tampak.
2)Lower Interval of Parallel Lamination (Tb)
Merupakan perselingan antara batupasir dengan serpih atau batulempung, kontak dengan interval dibawahnya umumnya secara berangsur.
3)Interval of Current Ripple Lamination (Tc)
Merupakan struktur perlapisan bergelombang dan konvolut. Ketebalannya berkisar antara 5-20 cm, mempunyai besar butir yang lebih halus daripada kedua interval dibawahnya. (Interval Tb).
4)Upper Interval of Parallel Lamination (Td)
Merupakan lapisan sejajar, besar butir berkisar dari pasir sangat halus sampai lempung lanauan. Interval paralel laminasi bagian atas, tersusun perselingan antarabatupasir halus dan lempung, kadang-kadang lempung pasirannya berkurang ke arah atas. Bidang sentuh sangat jelas.
5)Pelitic Interval (Te)
Merupakan susunan batuan bersifat lempungan dan tidak menunjukan struktur yang jelas ke arah tegak, material pasiran berkurang, ukuran besar butir makin halus, cangkang foraminifera makin sering ditemukan. Bidang sentuh dengan interval di bawahnya berangsur. Diatas lapisan ini sering ditemukan lapisan yang bersifat lempung napalan atau yang disebut lempung pelagik.
Urut-urutan idealseperti diatas mungkin tak selalu didapatkan dalam lapisan, dan umumnya dapat merupakan urut-urutan internal sebagai berikut (Gb.2.5) :
1)Base cut out sequence.
Urutan interval ini merupakan urutan turbidit yang lebih utuh, sedangkan bagian bawahnya hilang. Bagian yang hilang bisa Ta, Ta-b, Ta-c dan Ta-d.
2)Truncated sequence
Urutan interval yang hilang dari sekuen yang hilang adalah bagian atas, yaitu : Tb-e, Tc-e, Td-e, Te. Hal ini disebabkan adanya erosi oleh arus turbid yang kedua.
3)Truncated base cut out sequence
Urutan ini merupakan kombinasi dari kedua kelompok base cut out sequence dan truncated sequence yaitu bagian atas dan bagian bawah bisa saja hilang.
Bouma (1962) telah membuat bentuk hipotetik kerucut tunggal dan ganda (gb.2.5). Pada dasarnya endapan oleh arus turbid yang besar mempunyai rangkaian yang lengkap dan setelah pengendapan material yang kasar kecepatan berkurang dan pada saat tertentu dimana kecepatan sangat rendah mulai terbentuk laminasi interval (Tb-e = T2). Proses berkurangnya kecepatan dan ukuran butir sedimen berjalan terus selama pengendapan, sehingga terbentuk rangkaian (Tc=T3), (Td-e=T4) dan (Te=T5).
Berdasarkan sifat jauh dekatnya sumber, maka endapan turbidit dapat dibagi menjadi 3 fasies, yaitu : fasies proximal, intermediate dan distal. Distal merupakan endapan turbidit yang pengendapannya relatif lebih jauh dari sumbernya atau tidak mengandung interval a dan b. endapannya dicirikan oleh adanya perselingan yang teratur antara batupasir dan serpih, lapisan batupasirnya tipis-tipis dan lapisan serpihnya lebih tebal. Pengendapan yang relatif lebih dekat dengan sumbernya disebut turbidit proximal, biasanya berbutir kasar, kadang0kadang konglomeratan dan sedikit serpih.
Mekanisme Pembentukan Endapan Turbidit
Middleton (1967) menyatakan bahwa arus turbid merupakan salah satu tipe dari arus kerapatan (density current), dimana arus bergerak secara gaya berat, karena adanya perbedaan kerapatan antara arus dengan cairan di sekeliingnya, yang disebabkan oleh adanya dispersi sedimen pada suatu tempat (misalnya : muara sungai atau delta), dimana sedimen banyak terakumulasi karena adanya faktor pemicu, misalnya : suatu gempa bumi, tsunami,dll, mulai bergerak dan meluncur secara tiba-tiba ke arah bawah cekungan. Saat sedimen tersebut mulai meluncur ke bawah akan membentuk slump. Slump tersebut bergerak perlahan-lahan dan berangsur-angsur menjadi lebih cepat disebabkan adanya pengurangan viskositas. Selanjutnya massa sedimen akan bergerak sampai pada lereng yang curam, maka terjadilah kenaikan kecepatan dan pergerakan selanjutnya berubah menjadi arus turbid, sehingga butiran kasar akan terkonsentrasi pada bagian kepala arus, sedangkan yang lebih hglus di bagian ekor. Karena pengaruh gravitasi maka arus turbid akan bergerak ke bawah mengikuti ngarai di bawah samudera.
Pada saat mendekati daerah pengendapannya, kecepatan arus mulai berkurang karena penurunan gravitasi akibat kemiringan lereng yang semakin landai. Dalam kondisi seperti ini maka bagian kepala dari arus akan mengerosi lapisan dibawahnya membentuk struktur sedimen scour mark. Sesuai dengan sifat-sifat kerapatan arus, maka pengendapan akan terjadi sekaligus, sehingga sedimen yang diendapkan mempunyai pemilahan yang sangat buruk. Dalam hal ini material-material yang lebih berat akan terkumpul pada bagian depan arus turbid, sedangkan material halus akan terperangkap bersama-sama. Endapan yang pertama terbentuk adalah batupasir berstruktur perlapisan bersusun. Selanjutnya arus akan semakin lemah dan sedimen yang halus akan diendapkan. Apabila kecepatan arus telah hilang, maka akan terjadi pengendapan lempung pelagik dalam suasana suspensi yang menunjukan kondisi lingkungan bernergi rendah.
Bouma (1962) menyimpulkan bahwa partikel-partikel sedimen bergerak tanpa bantuan benturan atau seretan air, tetapi bergerak dibawah permukaan air yang relatif tenang (stagnant water). Massa sedimen bisa saja tidak tercampur air secara baik sehingga mengakibatkan massa sedimen tersebut terlalu encer untuk melengser dan membentuk arus turbid. Sedimen yang berbutir kasar tidak menempati bagian kepala dan apabila terendapkan massa sedimen kasar akan membentuk fluxoturbidite yaitu endapan antara nendatan dan arus turbid (Dzulynski, dkk, 1959).
Menurut Koesoemadinata (1972) pengendapan arus turbid merupakan suatu keadaan massa teronggok pada lereng benua, yang secara tiba-tiba dapat meluncur dengan kecepatan tinggi bercampur dengan air, yang merupakan suatu aliran menuju laut dalam. Disini partikel-partikel sedimen bergerak tanpa bantuan benturan /seretan air, melainkan oleh energi inersia, dimana energi potensial diubah menjadi energi kinetik, kemudian pengendapan terjadi segera setelah energi kinetik habis.
Middleton dan Hampton (1973) memperkenalkan istilah sedimen gravity flow untuk menerangkan mekanisme pengangkutan batupasir dan sedimen klastik kasar lainnya dalam lingkungan laut dalam melalui pematang bawah samudra (submarine canyons). Dalam hal ini istilah sedimen gravity flow, digunakan secara umum untuk aliran sedimen atau campuran sedimen fluida dibawah pengaruh gaya berat. Berdasarkan gerakan relatif antar butir dan jaraknya dari sumber, sedimen gravity flow dapat dibedakan menjadi 4 jenis (gb.2.7) yaittu :
1)Aliran turbid (turbidity current), dimana butir-butir telah lepas sama sekali dan masing-masing butir didukung oleh fluida (telah terinduksi menjadi turbulen).
2)Aliran sedimen yang difluidakan (fluidized sediment flow), butir yang lepas di dukung oleh cairan yang diperas ke atas antar butir. Butir-butir masih bersentuhan.
3)Aliran butir (grain flow), dimana butir-butir belum lepas dan dalam mengalir masih sering bersentuhan.
4)Aliran debris (debris flow), dimana butir-butir kasar masih didukung oleh matriks (massa dasar) campuran sedimen yang lebih halus dan media (air) dan masih mempunyai kekuatan. Jika butir-butir ini masih mempunyai kekuatan dan relatif merupakan massa dan terdapat kohesi antara butir, maka hal ini disebut slump (lengseran), sehingga masih bersifat plastis.
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu terbentuk.
Dalam menentukan fasies turbidit, Walker dan Mutti (1973) merinci pembagian fasies turbidit dari Mutti dan Ricci Lucci (1972).
Walker dan Mutti (1973) telah mengemukakan suatu model, yaitu model kipas laut dalam dan hubungannya dengan fasies turbidit (gb.2.9). Walker (1978) kemudian menyederhanakan kembali klasifikasi tersebut menjadi 5 fasies, yaitu :
1)Fasies Turbidit Klasik (Classical Turbidite, CT)
Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir dan serpih/batulempung dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel. Struktur sedimen yang sering dijumpai adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, dan laminasi, konvolut atau a,b,c Bouma (1962), lapisan batupasir menebal ke arah atas. Pada bagian dasar batupasir dijumpai hasil erosi akibat penggerusan arus turbid (sole mark) dan dapat digunakan untuk menentukan arus turbid purba. Dicirikan oleh adanya CCC (Clast, Convolution, Climbing ripples). Climbing ripples dan convolut merupakan hasil dari pengendapan suspensi, sedangkan clast merupakan hasil erosi arus turbid (Walker, 1985).
2)Fasies Batupasir masif (Massive Sandstone, MS)
Fasies ini terdiri dari batupasir masif, kadang-kadang terdapat endapan channel, ketebalan 0,5-5 meter, struktur mangkok/dish structure. Fasies ini berasosiasi dengan kipas laut bagian tengah dan atas.
3)Fasies Batupasir Kerakalan (Pebbly Sandstone, PS)
Fasies ini terdiri dari batupasir kasar, kerikil-kerakal, struktur sedimen memperlihatkan perlapisan bersusun, laminasi sejajar, tebal 0,5 – 5 meter. Berasosiasi dengan channel, penyebarannya secara lateral tidak menerus, penipisan lapisan batupasir ke arah atas dan urutan Bouma tidak berlaku.
Fasies Konglomeratan (Clast Supported Conglomerate, CGL)
Fasies ini terdiri dari batupasir sangat kasar, konglomerat, dicirikan oleh perlapisan bersusun, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, pemilahan buruk, penipisan lapisan batupasir ke arah atas, tebal 1-5 m. Fasies ini berasosiasi dengan sutrafanlobes dari kipas tengah dan kipas atas.
Fasies Lapisan yang didukung oleh aliran debris flow dan lengseran (Pebbly mudstone, debris flow, slump and slides, SL).
Fasies ini terdiri dari berbagai kumpulan batuan, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah-bongkah yang terkompaksi. Fasies ini berasosiasi dengan lingkungan pengendapan kipas atas (upper channel fill).
Dari penelitian fasies turbidit ini, beberapa peneliti kemudian berusaha untukmembuat suatu model kipas bawah laut, yang merupakan asosiasi dari beberapa fasies. Model fasies adalah suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus (Walker, 1992). Dari model tersebut diharapkan dapat diketahui arah pengendapan serta letak dari suatu endapan turbidit.
Model Kipas Bawah Laut Mutti dan Lucchi
Mutti dan Lucchi (1972) berdasarkan sifat fisik endapan turbidit seperti warna, komposisi, variasi besar butir, tekstur perlapisan dan struktur sedimen, membagi fasies turbidit menjadi 7 fasies utama, yaitu fasies A,B,C,D,E,F, DAN G, dimana ketujuh fasies tersebut berasosiasi dengan tiga lingkungan pengendapan, yaitu : lereng (slope), dibagi menjadi lereng atas (upper slope) dan lereng bawah (lower slope); kipas (fan) dibagi menjadi kipas dalam (inner fan), kipas tengah (middle fan) dan kipas luar (outer fan); kumpulan daratan cekungan.
Model Kipas Bawah Laut Normark
Model kipas bawah laut Normark (1978), terdiri dari 3 lingkungan pengendapan utama, yaitu : kipas atas (upper fan), kipas tengah (middle fan), dan kipas bawah (lower fan). Kipas atas ditandai oleh suatu lembah dengan lebar 1-5 km, endapan dasar lembah terdiri dari endapan berbutir kasar seperti endapan channel, braided berupa batupasir kasar dan batulanau, struktur sedimen perlapisan bersusun, perlapisan sejajar atau interval a dan b Bouma (1962). Kipas tengah ditandai bentuk morfologi suprafan lobe, litologi terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung, dimana sifat lapisan batupasir mengkasar dan menebal kearah atas, kipas bawah ditandai oleh permukaan yang hampir rata (flat), lapisan batupasir yang tipis dan berstruktur perlapisan sejajar atau interval b Bouma (1962).
Model Kipas Bawah Laut Walker
Model kipas menurut Walker (1978) ini merupakan penyempurnaan darii beberapa peneliti terdahulu yang terdiri dari saluran utama (fedder channel), lereng(slope), kipas atas (upper fan ), kipas tengah (middle fan) yang terdiri dari channeled portion of suprafan lobes, kipas bawah (lower fan) dan dasar cekungan (basin pain). Pada umumnya kipas tersebut berasosiasi dengan lima fasies turbidit yang diajukan oleh Walker (1978). Hubungan antara mekanisme arus turbid dengan jenis fasies yang dihasilkannya dapat dilihat pada gambar 2.11 dibawah ini
Pada dasarnya Walker (1978) membagi kipas laut dalam 4 bagian pokok, yaitu :
1)Asosiasi Fasies Pada Lembah Pengisi
Lembah pengisi merupakan alur utama dari sedimen yang membentuk lipas laut dalam. Lembah ini memotong lereng kontinen dan dapat menerus dari laut dalam sampai dekat pantai. Dari penyelidikan yang dilakukan umumnya lembah pengisi berisi sedimen berukuran halus (fasies G), interkalasi lensa-lensa tubuh batupasir dari fasies A merupakan endapan paritan (submarine channel), interkalasi batuan yang campur aduk (fasies F) juga sering didapatkan sisipan fasies E dan D, diperkirakan sebagai akibat dari kenaikan atau fluktuasi muka air laut setelah zaman es.
2)Asosiasi Fasies Kipas Laut Dalam
Kipas ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : kipas atas (upper fan), kipas tengah (middle fan), dan kipas bawah (lower fan).
a)Kipas Atas (upper fan)
Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas laut dalam, yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh perubahan kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi endapan ulang) ini membawa fragmen ukuran besar, maka tempat fragmen kasar tersebut diendapkan adalah bagian ini. Fragmen kasar dapat berupa batupasir dan konglomerat yang dapat digolongkan ke dalam fasies A,B dan F.
Bentuk lembah-lembah pada kipas atas ini bermacam-macam, bias bersifat meander, bias juga hampir berkelok (low sinuosity). Mungkin hal ini berhubungan dengan kemiringan dan kecepatan arus melaluinya, ukuran kipas atas ini cukup besar dan bervariasi tergantung besar dan kecilnya kipas itu sendiri. Lebarnya bisa mencapai mulai dari ratusan meter sampai beberapa kilometer, dengan kedalaman dari puluhan sampai ratusan meter. Alur-alur pada kipas atas berukuran cukup besar.
Walker (1978) memberikan model urutan macam sedimen kipas atas ke bawah. Bagian teratas ditandai oleh fragmen aliran (debris flow) berstruktur longsoran (slump), jika sedimennya berupa konglomerat, maka umumnya letak semakin ke bawah pemilahannya makin teratur, mengakibatkan bentuk lapisan tersusun terbalik ke bagian atas dan berubah menjadi lapisan normal bagian bawah.
b)Kipas tengah (middle fan)
Bagian tengah kipas laut dalam adalah yang paling menarik dan sering diperdebatkan. Letak kipas tengah berada di bawah aliran kipas atas.
Morfologi kipas laut dalam bagian tengah berumur Resen, dapat dibagi menjadi 2, yaitu suprafan dan suprafan lobes, disamping ketinggian dari lautan, juga morfologi di dalamnya. Suprafan umumnya ditandai lembah yang tidak mempunyai tanggul alam (Nomark, 1978) dimana lembah tersebut saling menganyam (braided), sehingga dalam profil seismic berbentuk bukit-bukit kecil. Relief ini sebenarnya merupakan bukit-bukit dan lembah yang dapat mempunyai relief 90 meter. Lembah dapat berisi pasir sampai kerakal (Nomark,1980), kadang-kadang dapat menunjukan urutan Bouma (1962).
Bagian suprafan sebenarnya lebih merupakan model yang kadang-kadang di lapangan sulit untuk diterapkan. Masalah dasar tmbuhnya model bagian ini adalah adanya urutan batuan yang cirinya sangat menyerupai kipas luar, tetapi masih menunjukan bentuk-bentuk torehan, dimana cirri terakhir ini menurut Walker (1978) adalah kipas Suprafan.
Asosiasi fasies kipas bagian tengah berupa tubuh-tubuh batupasir dengan sedikit konglomerat yang berbentuk lensa yang lebih lebar dan luas. Batupasir dan Konglomerat tergolong ke dalam fasies A, B, dan F. Fasies-fasies itu disisipi juga oleh lapisan-lapisan sejajar dari fasies D dan E, kadang-kadang juga fasies C.
Asosiasi fasies ini berbeda dengan asosiasi fasies yang terdapat di kipas bagian dalam, yaitu :
Tubuh batupasir dan konglomerat dimensinya kecil
Geometrinya kurang cembung ke bawah
Adanya sisipan-sisipan perselingan dari batupasir-batulempung.
c)Kipas Bawah (Lower Fan)
Kipas bawah terletak pada bagian luar dari system laut dalam, Umumnya mempunyai morfologi yang datar sangat landai (Nomark,1978). Kipas bawah merupakan endapan paling akhir dari system paket atau aliran gravitasi tersebut yang paling mungkin mencapai bagian kipas adalah system aliran dari arus kenyang. Ukuran yang paling mungkin di daerah kipas luar adalah berukuran halus.
Serta menunjukan urutan vertical , Bouma (1962). Asosiasi fasies kipas bawah disusun oleh lensa-lensa butiran di dalam batulempung, perselingan batupasir dan batulanau yang berlapis tebal. Lnesa-lensa batupasir dari fasies B dan C, sedangkan batuan-batuan yang mengapitnya dari fasies D .
Karakteristik asosiasi fasies –fasies kipas bagian bawah ditandai oleh :
Langkanya batuan-batuan yang diendapkan di dalamnya pasitan (channel deposit)
Penampang geometrinya berbentuk lensa.
Di bagian puncak sekuen, kadang-kadang didapatkan juga endapan paritan dan amalgamasi.
Sering kali sekuennya memperlihatkan penebalan lapisan ke bagian atas.
3)Asosiasi Fasies Lantai Cekungan
Daerah lantai cekungan adalah daerah yang tidak dipengaruhi oleh aliran gravitasi, dan merupakan endapan asli pada bagian laut tersebut.
Asosiasi fasies lantai cekungan dicirikan oleh :
Asosiasi fasies Ddan G
Perlapisan sejajar
Arah purba memancar
Homogenitas fasies dan pola perlapisan, baik ke arah lateral maupun tegak.
Indonesia Rawan Gempa Akibat Pertemuan Lempeng Tektonik
Sejumlah wilayah di Indonesia berualang kali dilanda gempa bumi. Dalam retang waktu yang terbilang singkat gempa mengguncang Tasikmalaya, Yogyakarta, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Akibat gempa tidak hanya merusakan bangunan, namun banyak menelan korban jiwa. Lalu seperti apa antisipasi dalam menghadapi ancaman gempa di Tanah Air?
Menurut Kepala Badan Geologi Departemen ESDM R Sukhyar, selama ada dinamika di lapisan bumi, maka akan tetap terjadi potensi gempa. "Setiap hari kita mencat ada gempa, cuma skalanya beragam. Lempeng-lempeng yang bergerak menjadikan potensi gempa," paparnya saat berbincang dengan okezone, Rabu (9/9/2009).
Potensi gempa di Indonesia memang terbilang besar, sebab berada dalam pertemuan sejumlah lempeng tektonik besar yang aktif bergerak. Daerah rawan gempa tersebut membentang di sepanjang batas lempeng tektonik Australia dengan Asia, lempeng Asia dengan Pasifik dari timur hingga barat Sumatera sampai selatan Jawa, Nusa Tenggara, serta Banda.
Kemudian interaksi lempeng India-Australia, Eurasia dan Pasifik yang bertemu di Banda serta pertemuan lempeng Pasifik-Asia di Sulawesi dan Halmahera. Kata Sukhyar, terjadinya gempa juga berkaitan dengan sesar aktif. Di antaranya sesar Sumatera, sesar Palu, atau sesar di yang berada di Papua. Ada juga sesar yang lebih kecil di Jawa seperti sesar Cimandiri, Jawa Barat.
Berhubung sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi baik waktu, tempat dan intensitas gempa di Indonesia, maka zona-zona yang masuk rawan gempa harus mendapat perhatian. Sukhyar menjelaskan, ada dua pendekatan untuk mengantisipasi terjadinya gempa agar tidak menimbulkan dampak yang besar.
Pertama, pendekatan struktural yakni mengikuti kaidah-kaidah konstruksi yang benar dan memasukan parameter kegempaan dalam mendirikan bangunan. "Ya bisa dikatakan rumah tahan gempalah," imbuhnya yang menilai rumah jenis ini tidak identik mahal namun dibangun sederhana tapi memerhatikan parameter kegempaan.
Kedua, pendekatan nonstruktural dengan membuat peta rawan bencana gempa. Informasi potensi gempa ini dimasukan dalam perencanaan wilayah. Ketiga, intensif melakukan sosialisasi kepada masyarakat terhadap pemahaman dan pelatihan penyelamatan dampak gempa. "Baik secara langsung mapun jalur pendidikan," terang Sukhyar.
Bencana dan Berkah Lempeng Tektonik Bagi Indonesia
Gempa yang menguncang Jawa, Sumatra, Bali yang terjadi tanggal 2 September lalu, semakin menegaskan bahwa Indonesia adalah wilayah rawan bencana. Secara geologi Indonesia berada di jalur "cincin api" (ring of fire), yang merupakan jalur patahan dan gunung api yang melingkar di sepanjang Samudra Pasifik, membentang 40.000 km mulai dari Peru dan Cile (Amerika Selatan), Amerika Tengah, Kepulauan Aleutian, Kepulauan Kuril, Jepang, Filipina, Indonesia, Tonga, hingga Selandia Baru. Tercatat 81 persen gempa bumi terbesar terjadi di jalur ini. Berdasarkan Survei Geologi Amerika Serikat, rata-rata terjadi 19,4 gempa bumi berkekuatan di atas 7 skala Richter setiap tahunnya.
Gambar. Kondisi Tektonik Lempeng Indonesia
Pada dasarnya, seluruh wilayah Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi, kecuali Kalimantan. Gempa-gempa tektonik banyak dijumpai di jalur subduksi Sunda (Sumatra-Jawa-Bali-Nusa Tenggara), subduksi Banda (wilayah Laut Banda), Zone Tumbukan Maluku dan Papua.Tektonik lempeng di Pulau Jawa sendiri didominasi dengan subduksi dari lempeng Australia sebelah utara-timur dibawah lempeng Sunda dengan kecepatan pergerakan 59 mm/tahun. Wilayah sekitar lempeng antar alempengAustralia dan lempeng Sunda secara seismic sangat aktif, yang sering menimbulkan gempa di wilayah ini.
Program mitigasi yang terpadu pada dasarnya dikembangkan oleh Badan Geologi bekerjasama dengan institusi lainnya, meliputi pengembangan sistem pemantauan, pengembangan sistem peringatan dini (early warning system), pembuatan peta-peta informasi bencana, sosialisasi, dll.
Teori Pergerakan Lempeng
Menurut teori kerak bumi (litosfer) dapat diterangkan ibarat suatu rakit yang sangat kuat dan relative dingin yang mengapung di atas mantel astenosfer yang liat dan sangat panas, atau bisa juga disamakan dengan pulau es yang mengapung di atas air laut. Ada dua jenis kerak bumi yaitu kerak samudera yang tersusun oleh batuan yang bersifat basa dan sangat basa, yang dijumpai pada samudera yang sangat dalam, dan kerak benua yang tersusun dari batuan asam dan lebih tebal dari kerak samudera.
Kerak bumi yang menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenosfer menyebabkan kerak bumi ini pecah menjadi bebrapa bagian yang lebih kecil yang disebut lempeng kerak bumi. Dengan demikian lempeng dapat terdiri dari kerak benua, kerak samudera atau keduanya. Arus konveksi tersebut merupakan kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng.Pergerakan lempeng kerak bumi ada tiga macam, yaitu pergerakan yang saling mendekat, saling menjauh, dan saling berpapasan.
Pergerakan lempeng saling mendekati akan menyebabkan tumbukan dimana salah satu dari lempeng akan menujam ke bawah. Daerah penujaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasa merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang alur penujaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatic dan gunung api serta berbagai cekungan pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara kedua lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan jalur penujaman di selatan pulau Jawa dan jalur gunung api Sumatera, Jawa dan Nusa tenggara, dan berbagai cekungan seperti Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan cekungan Jawa Utara. Pergerakan lempeng saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan peregangan kerak bumi dan akibatnya terjadi pengeluaran material baru dari mantel membentuk jalur magmatic atau gunung api. Contoh pembentukan gunung api di pematang tengah samudera di laut Pasifik dan benua Afrika.
Pergerakan saling berpapasan dicirikan ileh adanya sesar mendatar yang besar seperti misalnya sesar besar San Andreas di Amerika.Pergerakan lempeng kerak bumi yang saling bertumbukan akan membentuk zona subduksi dan menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun vertical, yang akan membentuk pegunungan lipatan, jalur gunung api/magmatic, persesaran batuan dan jalur gempa bumi serta terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai jenis cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung (parit), cekungan busur muka, cekungan antar gunung dan cekungan busur belakang.
Berkah dari Lempeng Tektonik Indonesia
Tidak seluruhnya dari hal ini kita anggap bencana. Jalur gunung api yang terjadi akibat subduksi antar lempeng dari erupsi gunungapi yang terjadi berupa abu gunungapi membawa unsur hara yang menyuburkan tanah.Endapan mineral logam, seperti emas, tembaga dan nikel, akan banyak dijumpai berasosiasi dengan lingkungan gunungapi.
Di wilayah jalur gunung api/magmatic biasanya akan terbentuk zona mineralisasi emas, perak dan tembaga, sedangkan pada jalur penujaman akan ditemukan mineral kromit.Setiap wilayah tektonik memiliki cirri atau indikasi tertentu, baik batuan, mineralisasi, struktur maupun kegempaan. Intrusi-intrusi dangkal di sekitar gunungapi menyediakan energi panas bumi yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
Magmatic arc di sepanjang Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara kaya disseminated (poryphyry) copper dalam tubuh-tubuh intrusifnya, vein depositnya kaya akan timbal, emas, perak, molybdenum, seng, timah, dan tungsten. Ofiolit di bekas-bekas jalur subduksi atau obduksi seperti di Sulawesi dan Halmahera kaya akan nikel dan kromium. Emas, polymetallic suphide, platinum, perak benar-benar tersebar mengikuti tepi lempeng. Lempeng tektonik juga yang penyebab kekayaan minyak dan gasbumi, serta batubara di cekungan-cekungan sedimen di Indonesia Barat maupun Indonesia Timur. Kalau tak ada pergerakan lempeng di timur Sulawesi, niscaya wilayah ini tak mempunyai minyak dan gas.
Tektonik Indonesia : Kondisi dan Potensinya
Kepulauan Indonesia adalah salah satu wilayah yang memiliki kondisi geologi yang menarik. Menarik karena gugusan kepulauannya dibentuk oleh tumbukan lempeng-lempeng tektonik besar. Tumbukan Lempeng Eurasia dan Lempeng India-Australia mempengaruhi Indonesia bagian barat, sedangkan pada Indonesia bagian timur, dua lempeng tektonik ini ditubruk lagi oleh Lempeng Samudra Pasifik dari arah timur. Kondisi ini tentunya berimplikasi banyak terhadap kehidupan yang berlangsung di atasnya hingga saat ini. Mari kita perhatikan gambar-gambar di bawah ini.
Gambar di atas menunjukkan kondisi tektonik Kepulauan Indonesia. Garis merah, jingga dan hijau menunjukkan batas-batas lempeng tektonik. Garis merah menunjukkan pemekaran lantai samudra. Garis jingga menunjukkan pensesaran relatif mendatar. Sedangkan garis hijau menunjukkan tumbukan/penunjaman antar lempeng tektonik.
Mari kita perhatikan satu per satu. Garis hijau di sebelah barat Pulau Sumatra dan di sebelah selatan Pulau Jawa, menerus hingga ke Laut Banda, sebelah selatan Flores kemudian membelok ke utara menuju Laut Arafuru (utara Maluku) menunjukkan zona penunjaman Lempeng Hindia-Australia dan Lempeng Eurasia.
Kenapa membelok ke Laut Arafuru ya ?
Kalo terus ntar nabrak Papua donk …hehe
Karena di Indonesia bagian timur ini ada lagi Lempeng Samudra Pasifik yang menubruk dari arah timur. Salah satu korban paling parah dari tubrukan tiga lempeng ini adalah Pulau Sulawesi. Tangan-tangannya pada mlintir gak karuan. Ditambah lagi terbentuknya luka sesar mendatar di bagian tengah Pulau Sulawesi.
Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus terhadap arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak relatif ke arah timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko.
Di sebelah utara Aceh, ada proses pemekaran lantai samudra (garis merah). Saya rasa itu terjadi sebagai bagian dari proses Escape Tectonics akibat tumbukan Lempeng Anak Benua India terhadap Lempeng Eurasia.
Di sebelah utara Papua juga terbentuk zona penunjaman akibat tumbukan Lempeng Samudra Pasifik terhadap Lempeng India-Australia. Pada bagian Kepala Burung, Papua, ini juga terbentuk sesar mendatar (garis warna jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Sorong. Masih menjadi perdebatan apakah penyebab Gempa Papua 4 Januari 2009 yang lalu. Sebagian ahli menyebutkan pergerakan aktif Sesar Sorong ini yang menyebabkan gempa, sebagian lagi menyebutkan gempa bersumber dari zona penunjaman di sebelah utara Sesar Sorong. Mengikuti perdebatan para ahli geologi bisa dilihat di blog Dongeng Geologi-nya Pakdhe Rovicky.
Zona penunjaman (warna hijau) yang terbentuk di Samudra Pasifik umumnya sebagai akibat benturan Lempeng Samudra Pasifik dengan Lempeng Eurasia. Sedangkan zona pemekaran (warna merah) sebagai akibat ikutan proses Escape Tectonics setelah terjadinya tumbukan.
Apa implikasinya dari proses tektonik yang begitu rumit tersebut ? Kita lihat gambar kedua.
Gambar di atas menunjukkan sebaran gunungapi (segitiga merah), titik gempa (tanda plus ungu) dan hot spot (tanda bintang jingga). Apa yang terjadi mudah ditebak kan! Rangkaian gunungapi dan titik gempa selalu berasosiasi dengan zona penunjaman. Animasi proses penunjamannya bisa dilihat pada postingan sebelumnya (lihat Animasi Mekanisme Penunjaman Kerak Samudra). Pulau Sumatra, Jawa, Flores, Maluku, Sulawesi dan bagian utara Papua akan rawan dengan gunungapi dan gempa. Emang sudah dari sono-nya begitu. Hanya Pulau Kalimantan yang relatif adem-ayem karena memang posisinya gakdekat-dekat dengan TKP …hehe. (cuma sering banjir tiap tahun, ditambah lagi kebakaran hutan)
Namun tidak seluruhnya kita anggap bencana. Erupsi gunungapi yang berupa abu gunungapi membawa unsur hara yang menyuburkan tanah. Makanya tanah di Jawa pada subur. Tanam padi tumbuh padi (ya iyalah…masak ya iya donk!). Intrusi-intrusi dangkal di sekitar gunungapi menyediakan energi panas bumi yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Endapan mineral logam, seperti emas, tembaga dan nikel, akan banyak dijumpai berasosiasi dengan lingkungan gunungapi (lihat tulisan Pak Awang Satyana di Plate Tectonics : Tidak Seluruhnya Bencana). Kita belum bicara tentang potensi migas dan batubara lho ya! Konteksnya agak sedikit berbeda.
Sayang sekali kalau Kepulauan Indonesia yang kaya ini penduduknya banyak berada di bawah garis kemiskinan akibat keliru mengelola sumberdaya alam yang begitu besar.
Identifikasi Pergerakan Tektonik Lempeng Indonesia
Tatananan geologi Indonesia cukup kompleks, hal ini dibuktikan dengan keberaadaan dan sebaran data geologi yang meliputi seluruh wilayah administratif Indonesia. Perkembangan penelitian geologi Indonesia sampai saat ini memang belum maksimal tapi penelitian dan pengembangan pendekatan teknologi terus digalakkan.
Berikut kita akan melihat perkembangan Pergerakan Tektonik Lempeng Indonesia yang berdampak pada potensi terjadinya Gempa Tektonik.
Kondisi inilah yang mesti kita antisipasi sebagai langkah awal dan berkelanjutan untuk mengenal lebih dulu kriteria Kegempaan (Tektonik atau Vulkanisme). Kondisi tektonik Indonesia yang dilalui oleh 3 (tiga) jenis Tektonik Lempeng Aktif yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Australia dan Lempeng Eurasia memberikan dampak yang cukup besar terhadap periodik kejadian Gempa Tektonik di Indonesia.
a. Potensi Gempa Tektonik Sumatra
Konvergensi miring sepanjang batas Lempeng Sumatra menghasilkan formasi forearc-sliver block yang terletak diantara Sesar Sumatra dan Trench Jawa.
(Memberikan dampak Terjadinya Gempa Tektonik Aceh dan Tsunami Tahun 2004).
b. Batasan Timur Paparan Sunda
Pemusatan Paparan Sunda dengan lempeng Pasifik (OBIX) dihalangi oleh blok Timur Sulawesi, menghasilkan rotasi yang cepat searah jarum jam blok Timur Sulawesi (MANA dan LUWU) relatif terhadap Paparan Sunda.
Rotasi ini memindahkan sekitar sepertiga konvergensi Pasifik-Paparan Sunda ke arah left-lateral slip sepanjang sesar Palu dan utara-selatan sepanjang trench utara Sulawesi dimana terjadi subduksi laut Celebes. Dalam hal ini proses banyak dilakukan oleh litosfer Samudra utara Sulawesi, mengakibatkan tumbukan benua menjadi sebagian kecil proses subduksi daerah kerak Samudra.
(Memberikan dampak Terjadinya Gempa Tektonik Jogja Tahun 2004).
Sebagai bukti, Tahun 2004 Indonesia dikejutkan dengan Pergerakan Lempeng Autralia dan Lempeng Eurasia yang mengakibatkan Sesar Jawa-Sumatra mengalami pergerakan sangat besar yang mengakibatkan Gempa Tektonik Aceh yang disusul oleh Gelombang Tsunami memluluhlantahkan Harta dan Jiwa dalam jumlah ribuan bahkan imbasnya sampai sekitar Asia Tenggara, Tahun 2006 Pergerakan Lempeng Australia yang menunjam Paparan Sunda mengakibatkan Sesar Jawa mengalami pergerakan berimbas terhadap terjadinya Gempa Tektonik Jogja tetapi tidak berdampak pada Gelombang Stunami juga memberi dampak kerugian Harta dan Jiwa dalam jumlah yang besar. Dan yang paling mengejutkan Hari Rabu, 30 Oktober 2009 masyarakat Sumatera Barat dikejutkan dengan gempa secara periodik dan mempunyai pola tertentu yang sumbernya (46 km) dari Kota Padang (Terasa sampai Malaysia dan Singapura) terjadi Gempa Tektonik dengan dengan kekuatan 7,6 Skala Ritcher yang tentunya akan memberikan dampak secara luas (sampai opini ini dimuat masih menunggu pendataan dari Satkorlak).
Gempa Bumi yang tiada hentinya menunjam paparan tektonik Indonesia semestinya bisa dijadikan pelajaran berharga bagi seluruh Stakeholder Bangsa (Pemerintah, Akademisi, Ilmuwan, Peneliti) untuk merumuskan formulasi pendeteksian dini sekitar wilayah rawan bencana serta menggalakkan sosialisasi/pemahaman untuk antisipasi dini penanggulangan bencana alam (gempa bumi). Tentunya hal ini bisa diantsipasi dengan memberikan dukungan kepada peningkatan Program Early Warning System (EWS) dan Mitigasi Bencana Geologi untuk memetakan Zonasi Wilayah Potensi Gempa.
Sudah saatnya air mata bangsa ini berhenti menangis hanya karena ketidakmampuan kita untuk mengidentifikasi bencana alam, saatnya kita bangkit (tidak saling melempar tanggung jawab) bersatu mempersiapkan langkah antisipatif dan indentfikasi kegempaan yang dilaksanakan secara sistematis, berkelanjutan dan terukur untuk meminimalisir potensi dari dampak bencana tersebut diatas. Akhirnya, sebagai hamba Allah SWT kita hanya mampu berikhtiar danFirst Desicion Maker atas semuanya adalah Sang Penguasa Alam. Amin
Lempeng Indonesia
Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan bergantung pada beberapa hal; diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.
Peristiwa tektonik yang cukup aktif, selain menimbulkan gempa dan tsunami, juga membawa berkah dengan terbentuknya banyak cekungan sedimen (sedimentary basin). Cekungan ini mengakomodasikan sedimen yang selanjutnya menjadi batuan induk maupun batuan reservoir hydrocarbon. Kadungan minyak dan gas alam inilah yang kini banyak kita tambang dan menjadi tulang punggung perekonomian kita sehingga tahun 1990-an.
Peta Tektonik dan Gunung Berapi di Indonesia. Garis biru melambangkan batas antar lempeng tektonik, dan segitiga merah melambangkan kumpulan gunung berapi.Sumber: MSN Encarta Encyclopedia
Indonesia, juga merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik karena berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Hal ini mengakibatkan Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic arc dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan zona tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif akibat patahan yang biasa terdapat di darat maupun di laut. Pada daerah ini material batuan penyusun utama lingkungan ini juga sangat spesifik serta mengandung potensi sumberdaya alam dari bahan tambang yang cukup besar. Volcanic arc merupakan jalur pegunungan aktif di Indonesia yang memiliki topografi khas dengan sumberdaya alam yang khas juga. Back arc merupakan bagian paling belakang dari rangkaian busur tektonik yang relatif paling stabil dengan topografi yang hampir seragam berfungsi sebagai tempat sedimentasi. Semua daerah tersebut memiliki kekhasan dan keunikan yang jarang ditemui di daerah lain, baik keanegaragaman hayatinya maupun keanekaragaman geologinya.
Indonesia merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik karena berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Hal ini mengakibatkan Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic arc dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan zona tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif akibat patahan yang biasa terdapat di darat maupun di laut. Pada daerah ini material batuan penyusun utama lingkungan ini juga sangat spesifik serta mengandung potensi sumberdaya alam dari bahan tambang yang cukup besar.
Ada dua hal utama yang membedakan antara Bumi dengan planet-planet yang lain di dalam Sistem Tata Surya, yaitu:
1) Bumi memiliki air dalam jumlah besar dan membentuk sub-sistem hidrosfer sedang planet-planet yang lain tidak memiliki air. Dengan kata lain, hidrosfer hanya dijumpai di Bumi dan tidak dijumpai di planet-planet yang lain.
2) Di Bumi terdapat fenomena tektonik lempeng sedang di planet-planet yang lain tidak ada. Fenomena tektonik lempeng mengindikasikan bagian internal Bumi yang cair dan memiliki energi panas yang tinggi.
Berlangsungnya siklus hidrologi, siklus batuan dan siklus tektonik di Bumi berkaitan erat dengan keberadaan dua hal tersebut. Siklus hidrologi tidak dapat berlangsung bila di Bumi tidak ada hidrosfer, sedang siklus batuan dan tektonik tidak dapat berlangsung bila tidak ada tektonik lempeng. Dengan demikian, bila keberadaan hidrosfer dan tektonik lempeng hanya ada di Bumi, maka ketiga siklus tersebut hanya berlangsung di Bumi dan tidak dapat berlangsung di planet-planet yang lain.
Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang melanda ke daratan. Fenomena ini dapat terjadi karena gempa bumi atau gangguan berskala besar di dasar laut, seperti longsoran bawah laut atau erusi letusan gunungapi di bawah laut (Skinner dan Porter, 2000). Gelombang tsunami dapat merambat sangat cepat (dapat mencapai kecepatan 950 km/jam), panjang gelombangnya sangat panjang (dapat mencapat panjang 250 km). Di samudera, tinggi gelombang tsunami cukup rendah sehingga sulit diamati, dan ketika mencapai perairan dangkal ketinggiannya dapat mencapai 30 m. Sifat kedatangan gelombang tsunami sangat mendadak dan tidak adanya sistem peringatan dini merupakan penyebab dari banyaknya korban jiwa yang jatuh ketika gelombang tsunami melanda ke daratan pesisir yang banyak penduduknya. Contoh yang paling mutakhir peristiwa kencana tsunami ini adalah ketika tsunami melanda pesisir barat dan utara Pulat Sumatera di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2004.
Tsunami yang terjadi karena gempa bumi atau longsoran di bawah laut kejadiannya berkaitan erat dengan sistem interaksi lempeng kerak bumi yang membentuk sistem penunjaman dan palung laut dalam. Sementara itu, tsunami yang terjadi karena erupsi letusan gunungapi kejadiannya berkaitan erat dengan kehadiran gunungapi bawah laut, baik yang muncul di permukaan laut maupun yang tidak muncul di permukaan laut. Dengan demikian, potensi suatu kawasan pesisir untuk dilanda tsunami dapat diperhitungkan dari keberadaan sistem penunjaman lempeng yang membentuk palung laut dalam, dan keberadaan gunungapi bawah laut. Meskipun demikian, kita tidak dapat melakukan prediksi tentang kapan akan terjadinya tsunami karena kita tidak dapat melakukan prediksi tentang kapan terjadinya gempa, longsoran bawah lautm atau letusan gunungapi bawah laut yang dapat mencetuskan tsunami.
Dalam sejarah moderen, di Indonesia pernah terjadi tsunami karena erupsi letusan gunungapi, yaitu ketika Gunung Krakatau di Selat Sunda meletus pada tahun 1883. Sementara itu, tsunami yang terjadi karena londsoran bawah laut pernah terjadi pada tahun 1998 di sebelah utara Papua New Guinea (Synolakis dan Okal, 2002; Monastersky, 1999).
Dari uraian tentang tsunami dan berbagai pencetusnya itu, maka kita dapat menentukan kawasan-kawasan pesisir yang potensial untuk terlanda tsunami, yaitu dengan memperhitungkan posisi kawasan-kawasan pesisir terhadap keberadaan sistem penunjaman dan palung laut dalam, serta kehadiran gunungapi bawah laut, meskipun kita tidak dapat menentukan kapan tsunami akan terjadi. Bagi Kepulauan Indonesia, posisi geografisnya yang diapit oleh dua samudera (Samudera Pasifik dan Hindia), serta posisi tektonik yang terletak di kawasan interaksi tiga lempeng kerak bumi utama, dan kehadiran gunungapi bawah laut membuatnya menjadi sangat potensial untuk terkena bencana tsunami. Gambaran tentang kejadian tsunami di Indonesia dalam dua dekade terakir dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 1. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kawasan-kawasan pesisir Indonesia yang sangat berpotensi terkena tsunami adalah:
1) Kawasan pesisir dari pulau-pulau yang menghadap ke Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Potensi sumber kejadian tsunami yang utama di kawasan-kawasan itu adalah sistem penunjamanyang ada di hadapan kawasan-kawasan pesisir itu.
2) Kawasan pesisir dari pulau-pulau di kawasan Laut Banda. Di kawasan ini, tsunami dapat berasal dari kawasan Busur Banda maupun berasal dari Samudera Pasifik atau Samudera Hindia yang masuk ke kawasan itu.
3) Kawasan pesisir pulau-pulau yang berhadapan dengan gunungapi bawah laut, seperti kawasan pesisir di kedua sisi Selat Sunda yang mengelilingi Gunung Krakatau.
Koreksi untuk Tabel 3. Pada nomor urut ke-10, tertulis “Pangandaran, Jawa Tengah”; yang benar adalah “Pangandaran, Jawa Barat”. Terima kasih untuk Sdr. Yan Yan (Komentar 1) yang menunjukkan kekeliruan ini.
Energi-penggerak Dasar
Untuk “menghidupkan” ciptaannya, Tuhan memberikan kepada semua ciptaannya suatu “kondisi” yang membuat semuanya dapat bergerak secara otomatis. Semua itu dimulai dari partikel-partikel subatomik. Partikel-partikel subatomik menyusun apa yang kita kenal sebagai tiga komponen atom, yaitu: proton, neutron dan elektron. Selanjutnya, atom-atom menyusun apa yang disebut sebagai unsur. Kita mengenal 92 unsur alamiah (lihat Tabel Periodik).
Unsur-unsur alamiah kemudian membentuk mineral-mineral, dan mineral-mineral berkombinasi membentuk berbagai jenis batuan.
Tuhan memberikan kekuatan kepada partikel-partikel subatomik, dan demikian pula kepada ketiga komponen atom. Dengan kekuatan-kekuatan tersebut semuanya bergerak, alam semesta, termasuk menggerakkan kehidupan di Bumi.
Proses alam berlangsung sesuai dengan ketetapan penciptanya. Partikel-partikel subatomik terus berinteraksi tanpa bisa diganggu oleh manusia. Demikian pula dengan elektron yang selalu bergerak mengelilingi inti atom. Reaksi fission (“fission”, the splitting of a nucleus into two “daughter” nuclei), fusion(“fusion” of two “parent” nuclei into one daughter nucleus), penangkapan neutron (“neutron capture”, used to create radioactive isotopes), dan peluruhan(various “decay modes”, in which nuclei “spontaneously” eject one or more particles and lose energy to become nuclei of lighter atoms), semua terus berlangsung di alam semesta, termasuk di Bumi yang kita diami ini. Kelanjutannya adalah semua proses alam terus berlangsung, baik disukai maupun tidak oleh manusia, mengikuti ketentuan penciptanya.
Pada tahapan yang lebih jauh, Bumi, dihidupkan dengan gerakan lempeng-lempeng kerak bumi, volkanisme, tiupan angin, hujan, sinar matahari, fotosintesis, metabolisme sel. Disukai atau tidak disukai oleh manusia, semua proses itu terus berjalan sesuai dengan ketetapan Tuhannya. Semua itu tidak terlepas dari proses-proses dasar yang berlangsung pada tingkat atomik.
Akal untuk memahami Proses Alam
Manusia diberi pikiran dan akal oleh Tuhan untuk dapat memahami alam, termasuk proses-prosesnya. Pemahaman manusia akan alam dan kemampauan memanfaatkannya dengan bijaksana menentukan tingkat kesejahteraan manusia itu sendiri. Sebaliknya, kegagalan manusia dalam memahami alam akan menyebabkan manusia mengalami hal yang sebaliknya. Manusia akan sengsara. Contoh yang sederhana adalah api. Pembakaran api yang terkendali telah terbukti memberikan manfaat yang sangat banyak bagi kehidupan manusia. Mulai dari memasak di dapur, sampai meluncurkan pesawat ke ruang angkasa. Sebaliknya, pembakaran yang tidak dikendalikan juga telah terbukti menimbulka kerugian, seperti kebakaran rumah atau bangunan, kebakaran atau pembakaran hutan.
Ketika proses-proses alam itu berlangsung dan mengenai manusia, manusia mengatakan itu sebagai bencana, seakan-akan proses itu memang ditujukan untuk membuat manusia menderita, sengsara atau mengalami kerugian. Tulisan ini memberikan gambaran tentang berbagai proses alam tersebut berkaitan dengan berlangsungnya kehidupan di Bumi ini.
Gambar di atas menunjukkan kondisi tektonik Kepulauan Indonesia. Garis merah, jingga dan hijau menunjukkan batas-batas lempeng tektonik. Garis merah menunjukkan pemekaran lantai samudra. Garis jingga menunjukkan pensesaran relatif mendatar. Sedangkan garis hijau menunjukkan tumbukan/penunjaman antar lempeng tektonik.
Mari kita perhatikan satu per satu. Garis hijau di sebelah barat Pulau Sumatra dan di sebelah selatan Pulau Jawa, menerus hingga ke Laut Banda, sebelah selatan Flores kemudian membelok ke utara menuju Laut Arafuru (utara Maluku) menunjukkan zona penunjaman Lempeng Hindia-Australia dan Lempeng Eurasia.
Kenapa membelok ke Laut Arafuru ya ?
Kalo terus ntar nabrak Papua donk …hehe
Karena di Indonesia bagian timur ini ada lagi Lempeng Samudra Pasifik yang menubruk dari arah timur. Salah satu korban paling parah dari tubrukan tiga lempeng ini adalah Pulau Sulawesi. Tangan-tangannya pada mlintir gak karuan. Ditambah lagi terbentuknya luka sesar mendatar di bagian tengah Pulau Sulawesi.
Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus terhadap arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak relatif ke arah timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko.
Di sebelah utara Aceh, ada proses pemekaran lantai samudra (garis merah). Saya rasa itu terjadi sebagai bagian dari proses Escape Tectonics akibat tumbukan Lempeng Anak Benua India terhadap Lempeng Eurasia.
Di sebelah utara Papua juga terbentuk zona penunjaman akibat tumbukan Lempeng Samudra Pasifik terhadap Lempeng India-Australia. Pada bagian Kepala Burung, Papua, ini juga terbentuk sesar mendatar (garis warna jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Sorong. Masih menjadi perdebatan apakah penyebab Gempa Papua 4 Januari 2009 yang lalu. Sebagian ahli menyebutkan pergerakan aktif Sesar Sorong ini yang menyebabkan gempa, sebagian lagi menyebutkan gempa bersumber dari zona penunjaman di sebelah utara Sesar Sorong. Mengikuti perdebatan para ahli geologi bisa dilihat di blog Dongeng Geologi-nya Pakdhe Rovicky.
Zona penunjaman (warna hijau) yang terbentuk di Samudra Pasifik umumnya sebagai akibat benturan Lempeng Samudra Pasifik dengan Lempeng Eurasia. Sedangkan zona pemekaran (warna merah) sebagai akibat ikutan proses Escape Tectonics setelah terjadinya tumbukan.
Apa implikasinya dari proses tektonik yang begitu rumit tersebut ? Kita lihat gambar kedua.
Gambar di atas menunjukkan sebaran gunungapi (segitiga merah), titik gempa (tanda plus ungu) dan hot spot (tanda bintang jingga). Apa yang terjadi mudah ditebak kan! Rangkaian gunungapi dan titik gempa selalu berasosiasi dengan zona penunjaman. Animasi proses penunjamannya bisa dilihat pada postingan sebelumnya (lihat Animasi Mekanisme Penunjaman Kerak Samudra). Pulau Sumatra, Jawa, Flores, Maluku, Sulawesi dan bagian utara Papua akan rawan dengan gunungapi dan gempa. Emang sudah dari sono-nya begitu. Hanya Pulau Kalimantan yang relatif adem-ayem karena memang posisinya gakdekat-dekat dengan TKP …hehe. (cuma sering banjir tiap tahun, ditambah lagi kebakaran hutan)
Namun tidak seluruhnya kita anggap bencana. Erupsi gunungapi yang berupa abu gunungapi membawa unsur hara yang menyuburkan tanah. Makanya tanah di Jawa pada subur. Tanam padi tumbuh padi (ya iyalah…masak ya iya donk!). Intrusi-intrusi dangkal di sekitar gunungapi menyediakan energi panas bumi yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Endapan mineral logam, seperti emas, tembaga dan nikel, akan banyak dijumpai berasosiasi dengan lingkungan gunungapi (lihat tulisan Pak Awang Satyana di Plate Tectonics : Tidak Seluruhnya Bencana). Kita belum bicara tentang potensi migas dan batubara lho ya! Konteksnya agak sedikit berbeda.
Sayang sekali kalau Kepulauan Indonesia yang kaya ini penduduknya banyak berada di bawah garis kemiskinan akibat keliru mengelola sumberdaya alam yang begitu besar.
Identifikasi Pergerakan Tektonik Lempeng Indonesia
Tatananan geologi Indonesia cukup kompleks, hal ini dibuktikan dengan keberaadaan dan sebaran data geologi yang meliputi seluruh wilayah administratif Indonesia. Perkembangan penelitian geologi Indonesia sampai saat ini memang belum maksimal tapi penelitian dan pengembangan pendekatan teknologi terus digalakkan.
Berikut kita akan melihat perkembangan Pergerakan Tektonik Lempeng Indonesia yang berdampak pada potensi terjadinya Gempa Tektonik.
Kondisi inilah yang mesti kita antisipasi sebagai langkah awal dan berkelanjutan untuk mengenal lebih dulu kriteria Kegempaan (Tektonik atau Vulkanisme). Kondisi tektonik Indonesia yang dilalui oleh 3 (tiga) jenis Tektonik Lempeng Aktif yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Australia dan Lempeng Eurasia memberikan dampak yang cukup besar terhadap periodik kejadian Gempa Tektonik di Indonesia.
a. Potensi Gempa Tektonik Sumatra
Konvergensi miring sepanjang batas Lempeng Sumatra menghasilkan formasi forearc-sliver block yang terletak diantara Sesar Sumatra dan Trench Jawa.
(Memberikan dampak Terjadinya Gempa Tektonik Aceh dan Tsunami Tahun 2004).
b. Batasan Timur Paparan Sunda
Pemusatan Paparan Sunda dengan lempeng Pasifik (OBIX) dihalangi oleh blok Timur Sulawesi, menghasilkan rotasi yang cepat searah jarum jam blok Timur Sulawesi (MANA dan LUWU) relatif terhadap Paparan Sunda.
Rotasi ini memindahkan sekitar sepertiga konvergensi Pasifik-Paparan Sunda ke arah left-lateral slip sepanjang sesar Palu dan utara-selatan sepanjang trench utara Sulawesi dimana terjadi subduksi laut Celebes. Dalam hal ini proses banyak dilakukan oleh litosfer Samudra utara Sulawesi, mengakibatkan tumbukan benua menjadi sebagian kecil proses subduksi daerah kerak Samudra.
(Memberikan dampak Terjadinya Gempa Tektonik Jogja Tahun 2004).
Sebagai bukti, Tahun 2004 Indonesia dikejutkan dengan Pergerakan Lempeng Autralia dan Lempeng Eurasia yang mengakibatkan Sesar Jawa-Sumatra mengalami pergerakan sangat besar yang mengakibatkan Gempa Tektonik Aceh yang disusul oleh Gelombang Tsunami memluluhlantahkan Harta dan Jiwa dalam jumlah ribuan bahkan imbasnya sampai sekitar Asia Tenggara, Tahun 2006 Pergerakan Lempeng Australia yang menunjam Paparan Sunda mengakibatkan Sesar Jawa mengalami pergerakan berimbas terhadap terjadinya Gempa Tektonik Jogja tetapi tidak berdampak pada Gelombang Stunami juga memberi dampak kerugian Harta dan Jiwa dalam jumlah yang besar. Dan yang paling mengejutkan Hari Rabu, 30 Oktober 2009 masyarakat Sumatera Barat dikejutkan dengan gempa secara periodik dan mempunyai pola tertentu yang sumbernya (46 km) dari Kota Padang (Terasa sampai Malaysia dan Singapura) terjadi Gempa Tektonik dengan dengan kekuatan 7,6 Skala Ritcher yang tentunya akan memberikan dampak secara luas (sampai opini ini dimuat masih menunggu pendataan dari Satkorlak).
Gempa Bumi yang tiada hentinya menunjam paparan tektonik Indonesia semestinya bisa dijadikan pelajaran berharga bagi seluruh Stakeholder Bangsa (Pemerintah, Akademisi, Ilmuwan, Peneliti) untuk merumuskan formulasi pendeteksian dini sekitar wilayah rawan bencana serta menggalakkan sosialisasi/pemahaman untuk antisipasi dini penanggulangan bencana alam (gempa bumi). Tentunya hal ini bisa diantsipasi dengan memberikan dukungan kepada peningkatan Program Early Warning System (EWS) dan Mitigasi Bencana Geologi untuk memetakan Zonasi Wilayah Potensi Gempa.
Sudah saatnya air mata bangsa ini berhenti menangis hanya karena ketidakmampuan kita untuk mengidentifikasi bencana alam, saatnya kita bangkit (tidak saling melempar tanggung jawab) bersatu mempersiapkan langkah antisipatif dan indentfikasi kegempaan yang dilaksanakan secara sistematis, berkelanjutan dan terukur untuk meminimalisir potensi dari dampak bencana tersebut diatas. Akhirnya, sebagai hamba Allah SWT kita hanya mampu berikhtiar danFirst Desicion Maker atas semuanya adalah Sang Penguasa Alam. Amin
Lempeng Indonesia
Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan bergantung pada beberapa hal; diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.
Peristiwa tektonik yang cukup aktif, selain menimbulkan gempa dan tsunami, juga membawa berkah dengan terbentuknya banyak cekungan sedimen (sedimentary basin). Cekungan ini mengakomodasikan sedimen yang selanjutnya menjadi batuan induk maupun batuan reservoir hydrocarbon. Kadungan minyak dan gas alam inilah yang kini banyak kita tambang dan menjadi tulang punggung perekonomian kita sehingga tahun 1990-an.
Peta Tektonik dan Gunung Berapi di Indonesia. Garis biru melambangkan batas antar lempeng tektonik, dan segitiga merah melambangkan kumpulan gunung berapi.Sumber: MSN Encarta Encyclopedia
Indonesia, juga merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik karena berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Hal ini mengakibatkan Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic arc dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan zona tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif akibat patahan yang biasa terdapat di darat maupun di laut. Pada daerah ini material batuan penyusun utama lingkungan ini juga sangat spesifik serta mengandung potensi sumberdaya alam dari bahan tambang yang cukup besar. Volcanic arc merupakan jalur pegunungan aktif di Indonesia yang memiliki topografi khas dengan sumberdaya alam yang khas juga. Back arc merupakan bagian paling belakang dari rangkaian busur tektonik yang relatif paling stabil dengan topografi yang hampir seragam berfungsi sebagai tempat sedimentasi. Semua daerah tersebut memiliki kekhasan dan keunikan yang jarang ditemui di daerah lain, baik keanegaragaman hayatinya maupun keanekaragaman geologinya.
Indonesia merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik karena berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Hal ini mengakibatkan Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic arc dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan zona tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif akibat patahan yang biasa terdapat di darat maupun di laut. Pada daerah ini material batuan penyusun utama lingkungan ini juga sangat spesifik serta mengandung potensi sumberdaya alam dari bahan tambang yang cukup besar.
Ada dua hal utama yang membedakan antara Bumi dengan planet-planet yang lain di dalam Sistem Tata Surya, yaitu:
1) Bumi memiliki air dalam jumlah besar dan membentuk sub-sistem hidrosfer sedang planet-planet yang lain tidak memiliki air. Dengan kata lain, hidrosfer hanya dijumpai di Bumi dan tidak dijumpai di planet-planet yang lain.
2) Di Bumi terdapat fenomena tektonik lempeng sedang di planet-planet yang lain tidak ada. Fenomena tektonik lempeng mengindikasikan bagian internal Bumi yang cair dan memiliki energi panas yang tinggi.
Berlangsungnya siklus hidrologi, siklus batuan dan siklus tektonik di Bumi berkaitan erat dengan keberadaan dua hal tersebut. Siklus hidrologi tidak dapat berlangsung bila di Bumi tidak ada hidrosfer, sedang siklus batuan dan tektonik tidak dapat berlangsung bila tidak ada tektonik lempeng. Dengan demikian, bila keberadaan hidrosfer dan tektonik lempeng hanya ada di Bumi, maka ketiga siklus tersebut hanya berlangsung di Bumi dan tidak dapat berlangsung di planet-planet yang lain.
Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang melanda ke daratan. Fenomena ini dapat terjadi karena gempa bumi atau gangguan berskala besar di dasar laut, seperti longsoran bawah laut atau erusi letusan gunungapi di bawah laut (Skinner dan Porter, 2000). Gelombang tsunami dapat merambat sangat cepat (dapat mencapai kecepatan 950 km/jam), panjang gelombangnya sangat panjang (dapat mencapat panjang 250 km). Di samudera, tinggi gelombang tsunami cukup rendah sehingga sulit diamati, dan ketika mencapai perairan dangkal ketinggiannya dapat mencapai 30 m. Sifat kedatangan gelombang tsunami sangat mendadak dan tidak adanya sistem peringatan dini merupakan penyebab dari banyaknya korban jiwa yang jatuh ketika gelombang tsunami melanda ke daratan pesisir yang banyak penduduknya. Contoh yang paling mutakhir peristiwa kencana tsunami ini adalah ketika tsunami melanda pesisir barat dan utara Pulat Sumatera di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2004.
Tsunami yang terjadi karena gempa bumi atau longsoran di bawah laut kejadiannya berkaitan erat dengan sistem interaksi lempeng kerak bumi yang membentuk sistem penunjaman dan palung laut dalam. Sementara itu, tsunami yang terjadi karena erupsi letusan gunungapi kejadiannya berkaitan erat dengan kehadiran gunungapi bawah laut, baik yang muncul di permukaan laut maupun yang tidak muncul di permukaan laut. Dengan demikian, potensi suatu kawasan pesisir untuk dilanda tsunami dapat diperhitungkan dari keberadaan sistem penunjaman lempeng yang membentuk palung laut dalam, dan keberadaan gunungapi bawah laut. Meskipun demikian, kita tidak dapat melakukan prediksi tentang kapan akan terjadinya tsunami karena kita tidak dapat melakukan prediksi tentang kapan terjadinya gempa, longsoran bawah lautm atau letusan gunungapi bawah laut yang dapat mencetuskan tsunami.
Dalam sejarah moderen, di Indonesia pernah terjadi tsunami karena erupsi letusan gunungapi, yaitu ketika Gunung Krakatau di Selat Sunda meletus pada tahun 1883. Sementara itu, tsunami yang terjadi karena londsoran bawah laut pernah terjadi pada tahun 1998 di sebelah utara Papua New Guinea (Synolakis dan Okal, 2002; Monastersky, 1999).
Dari uraian tentang tsunami dan berbagai pencetusnya itu, maka kita dapat menentukan kawasan-kawasan pesisir yang potensial untuk terlanda tsunami, yaitu dengan memperhitungkan posisi kawasan-kawasan pesisir terhadap keberadaan sistem penunjaman dan palung laut dalam, serta kehadiran gunungapi bawah laut, meskipun kita tidak dapat menentukan kapan tsunami akan terjadi. Bagi Kepulauan Indonesia, posisi geografisnya yang diapit oleh dua samudera (Samudera Pasifik dan Hindia), serta posisi tektonik yang terletak di kawasan interaksi tiga lempeng kerak bumi utama, dan kehadiran gunungapi bawah laut membuatnya menjadi sangat potensial untuk terkena bencana tsunami. Gambaran tentang kejadian tsunami di Indonesia dalam dua dekade terakir dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 1. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kawasan-kawasan pesisir Indonesia yang sangat berpotensi terkena tsunami adalah:
1) Kawasan pesisir dari pulau-pulau yang menghadap ke Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Potensi sumber kejadian tsunami yang utama di kawasan-kawasan itu adalah sistem penunjamanyang ada di hadapan kawasan-kawasan pesisir itu.
2) Kawasan pesisir dari pulau-pulau di kawasan Laut Banda. Di kawasan ini, tsunami dapat berasal dari kawasan Busur Banda maupun berasal dari Samudera Pasifik atau Samudera Hindia yang masuk ke kawasan itu.
3) Kawasan pesisir pulau-pulau yang berhadapan dengan gunungapi bawah laut, seperti kawasan pesisir di kedua sisi Selat Sunda yang mengelilingi Gunung Krakatau.
Koreksi untuk Tabel 3. Pada nomor urut ke-10, tertulis “Pangandaran, Jawa Tengah”; yang benar adalah “Pangandaran, Jawa Barat”. Terima kasih untuk Sdr. Yan Yan (Komentar 1) yang menunjukkan kekeliruan ini.
Energi-penggerak Dasar
Untuk “menghidupkan” ciptaannya, Tuhan memberikan kepada semua ciptaannya suatu “kondisi” yang membuat semuanya dapat bergerak secara otomatis. Semua itu dimulai dari partikel-partikel subatomik. Partikel-partikel subatomik menyusun apa yang kita kenal sebagai tiga komponen atom, yaitu: proton, neutron dan elektron. Selanjutnya, atom-atom menyusun apa yang disebut sebagai unsur. Kita mengenal 92 unsur alamiah (lihat Tabel Periodik).
Unsur-unsur alamiah kemudian membentuk mineral-mineral, dan mineral-mineral berkombinasi membentuk berbagai jenis batuan.
Tuhan memberikan kekuatan kepada partikel-partikel subatomik, dan demikian pula kepada ketiga komponen atom. Dengan kekuatan-kekuatan tersebut semuanya bergerak, alam semesta, termasuk menggerakkan kehidupan di Bumi.
Proses alam berlangsung sesuai dengan ketetapan penciptanya. Partikel-partikel subatomik terus berinteraksi tanpa bisa diganggu oleh manusia. Demikian pula dengan elektron yang selalu bergerak mengelilingi inti atom. Reaksi fission (“fission”, the splitting of a nucleus into two “daughter” nuclei), fusion(“fusion” of two “parent” nuclei into one daughter nucleus), penangkapan neutron (“neutron capture”, used to create radioactive isotopes), dan peluruhan(various “decay modes”, in which nuclei “spontaneously” eject one or more particles and lose energy to become nuclei of lighter atoms), semua terus berlangsung di alam semesta, termasuk di Bumi yang kita diami ini. Kelanjutannya adalah semua proses alam terus berlangsung, baik disukai maupun tidak oleh manusia, mengikuti ketentuan penciptanya.
Pada tahapan yang lebih jauh, Bumi, dihidupkan dengan gerakan lempeng-lempeng kerak bumi, volkanisme, tiupan angin, hujan, sinar matahari, fotosintesis, metabolisme sel. Disukai atau tidak disukai oleh manusia, semua proses itu terus berjalan sesuai dengan ketetapan Tuhannya. Semua itu tidak terlepas dari proses-proses dasar yang berlangsung pada tingkat atomik.
Akal untuk memahami Proses Alam
Manusia diberi pikiran dan akal oleh Tuhan untuk dapat memahami alam, termasuk proses-prosesnya. Pemahaman manusia akan alam dan kemampauan memanfaatkannya dengan bijaksana menentukan tingkat kesejahteraan manusia itu sendiri. Sebaliknya, kegagalan manusia dalam memahami alam akan menyebabkan manusia mengalami hal yang sebaliknya. Manusia akan sengsara. Contoh yang sederhana adalah api. Pembakaran api yang terkendali telah terbukti memberikan manfaat yang sangat banyak bagi kehidupan manusia. Mulai dari memasak di dapur, sampai meluncurkan pesawat ke ruang angkasa. Sebaliknya, pembakaran yang tidak dikendalikan juga telah terbukti menimbulka kerugian, seperti kebakaran rumah atau bangunan, kebakaran atau pembakaran hutan.
Ketika proses-proses alam itu berlangsung dan mengenai manusia, manusia mengatakan itu sebagai bencana, seakan-akan proses itu memang ditujukan untuk membuat manusia menderita, sengsara atau mengalami kerugian. Tulisan ini memberikan gambaran tentang berbagai proses alam tersebut berkaitan dengan berlangsungnya kehidupan di Bumi ini.
GEMPA BUMI
Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.
Tipe gempa bumi
1. Gempa bumi vulkanik ( Gunung Api ) ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
2. Gempa bumi tektonik ; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tectonic plate (lempeng tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.
.Peta penyebarannya mengikuti pola dan aturan yang khusus dan menyempit, yakni mengikuti pola-pola pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Dalam ilmu kebumian (geologi), kerangka teoretis tektonik lempeng merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena gempa bumi tektonik yang melanda hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan batas pertemuan lempeng tektonik. Contoh gempa vulkanik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Sabtu, 27 Mei 2006 dini hari, pukul 05.54 WIB,
1. Gempa bumi tumbukan ; Gempa bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh ke bumi, jenis gempa bumi ini jarang terjadi
2. Gempa bumi runtuhan ; Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.
3. Gempa bumi buatan ; Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.
Penyebab terjadinya gempa bumi
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi.
Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi
Sejarah gempa bumi besar pada abad ke-20 dan 21
* 15 juni 2010 gempa 10,2 guncang bandung
gempa 7,1 guncang biak city di indonesia * gempa 2,9 getarkan lembang* 7 April 2010, Gempa bumi dengan kekuatan 7.2 Skala Richter di Sumatera bagian Utara lainnya berpusat 60km dari Sinabang,Aceh. Tidak menimbulkan tsunami, menimbulkan kerusakan fisik di beberapa daerah, belum ada informasi korban jiwa.
* 27 Februari 2010, Gempa bumi di Chili dengan 8.8 Skala Richter, 432 orang tewas (data 30 Maret 2010). Mengakibatkan tsunami menyeberangi Samudera Pasifik yang menjangkau hingga Selandia Baru, Australia, kepulauan Hawaii, negara-negara kepulauan di Pasifik dan Jepang dengan dampak ringan dan menengah.
* 12 Januari 2010, Gempa bumi Haiti dengan episenter dekat kota Léogâne 7,0 Skala Richter berdampak pada 3 juta penduduk, perkiraan korban meninggal 230.000 orang, luka-luka 300.000 orang dan 1.000.000 kehilangan tempat tinggal.
* 30 September 2009, Gempa bumi Sumatera Barat merupakan gempa tektonik yang berasal dari pergeseran patahan Semangko, gempa ini berkekuatan 7,6 Skala Richter (BMG Indonesia) atau 7,9 Skala Richter (BMG Amerika) mengguncang Padang-Pariaman, Indonesia. Menyebabkan sedikitnya 1.100 orang tewas dan ribuan terperangkap dalam reruntuhan bangunan.
* 2 September 2009, Gempa Tektonik 7,3 Skala Richter mengguncang Tasikmalaya, Indonesia. Gempa ini terasa hingga Jakarta dan Bali, berpotensi tsunami. Korban jiwa masih belum diketahui jumlah pastinya karena terjadi Tanah longsor sehingga pengevakuasian warga terhambat3 Januari 2009 - Gempa bumi berkekuatan 7,6 Skala Richter di Papua.
* 12 Mei 2008 - Gempa bumi berkekuatan 7,8 Skala Richter di Provinsi Sichuan, China. Menyebabkan sedikitnya 80.000 orang tewas dan jutaan warga kehilangan tempat tinggal.
* 12 September 2007 - Gempa Bengkulu dengan kekuatan gempa 7,9 Skala Richter
* 9 Agustus 2007 - Gempa bumi 7,5 Skala Richter
* 6 Maret 2007 - Gempa bumi tektonik mengguncang provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Laporan terakhir menyatakan 79 orang tewas[1].
* 27 Mei 2006 - Gempa bumi tektonik kuat yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States Geological Survey melaporkan 6,2 pada skala Richter; lebih dari 6.000 orang tewas, dan lebih dari 300.000 keluarga kehilangan tempat tinggal.
* 8 Oktober 2005 - Gempa bumi besar berkekuatan 7,6 skala Richter di Asia Selatan, berpusat di Kashmir, Pakistan; lebih dari 1.500 orang tewas.
* 26 Desember 2004 - Gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,0 skala Richter mengguncang Aceh dan Sumatera Utara sekaligus menimbulkan gelombang tsunami di samudera Hindia. Bencana alam ini telah merenggut lebih dari 220.000 jiwa.
* 26 Desember 2003 - Gempa bumi kuat di Bam, barat daya Iran berukuran 6.5 pada skala Richter dan menyebabkan lebih dari 41.000 orang tewas.
* 21 Mei 2002 - Di utara Afganistan, berukuran 5,8 pada skala Richter dan menyebabkan lebih dari 1.000 orang tewas.
* 26 Januari 2001 - India, berukuran 7,9 pada skala Richter dan menewaskan 2.500 ada juga yang mengatakan jumlah korban mencapai 13.000 orang.
* 21 September 1999 - Taiwan, berukuran 7,6 pada skala Richter, menyebabkan 2.400 korban tewas.
* 17 Agustus 1999 - barat Turki, berukuran 7,4 pada skala Richter dan merenggut 17.000 nyawa.
* 25 Januari 1999 - Barat Colombia, pada magnitudo 6 dan merenggut 1.171 nyawa.
* 30 Mei 1998 - Di utara Afganistan dan Tajikistan dengan ukuran 6,9 pada skala Richter menyebabkan sekitar 5.000 orang tewas.
* 17 Januari 1995 - Di Kobe, Jepang dengan ukuran 7,2 skala Richter dan merenggut 6.000 nyawa.
* 30 September 1993 - Di Latur, India dengan ukuran 6,0 pada skala Richter dan menewaskan 1.000 orang.
* 12 Desember 1992 - Di Flores, Indonesia berukuran 7,9 pada skala richter dan menewaskan 2.500 orang.
* 21 Juni 1990 - Di barat laut Iran, berukuran 7,3 pada skala Richter, merengut 50.000 nyawa.
* 7 Desember 1988 - Barat laut Armenia, berukuran 6,9 pada skala Richter dan menyebabkan 25.000 kematian.
* 19 September 1985 - Di Mexico Tengah dan berukuran 8,1 pada Skala Richter, meragut lebih dari 9.500 nyawa.
* 16 September 1978 - Di timur laut Iran, berukuran 7,7 pada skala Richter dan menyebabkan 25.000 kematian.
* 4 Maret 1977 - Vrancea, timur Rumania, dengan besar 7,4 SR, menelan sekitar 1.570 korban jiwa, diantaranya seorang aktor Rumania Toma Caragiu, juga menghancurkan sebagian besar dari ibu kota Rumania, Bukares (Bucureşti).
* 28 Juli 1976 - Tangshan, Cina, berukuran 7,8 pada skala Richter dan menyebabkan 240.000 orang terbunuh.
* 4 Februari 1976 - Di Guatemala, berukuran 7,5 pada skala Richter dan menyebabkan 22.778 terbunuh.
* 29 Februari 1960 - Di barat daya pesisir pantai Atlantik di Maghribi pada ukuran 5,7 skala Richter, menyebabkan kira-kira 12.000 kematian dan memusnahkan seluruh kota Agadir.
* 26 Desember 1939 - Wilayah Erzincan, Turki pada ukuran 7,9, dan menyebabkan 33.000 orang tewas.
* 24 Januari 1939 - Di Chillan, Chile dengan ukuran 8,3 pada skala Richter, 28.000 kematian.
* 31 Mei 1935 - Di Quetta, India pada ukuran 7,5 skala Richter dan menewaskan 50.000 orang.
* 1 September 1923 - Di Yokohama, Jepang pada ukuran 8,3 skala Richter dan merenggut sedikitnya 140.000 nyawa.
Tipe gempa bumi
1. Gempa bumi vulkanik ( Gunung Api ) ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
2. Gempa bumi tektonik ; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tectonic plate (lempeng tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.
.Peta penyebarannya mengikuti pola dan aturan yang khusus dan menyempit, yakni mengikuti pola-pola pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Dalam ilmu kebumian (geologi), kerangka teoretis tektonik lempeng merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena gempa bumi tektonik yang melanda hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan batas pertemuan lempeng tektonik. Contoh gempa vulkanik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Sabtu, 27 Mei 2006 dini hari, pukul 05.54 WIB,
1. Gempa bumi tumbukan ; Gempa bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh ke bumi, jenis gempa bumi ini jarang terjadi
2. Gempa bumi runtuhan ; Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.
3. Gempa bumi buatan ; Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.
Penyebab terjadinya gempa bumi
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi.
Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi
Sejarah gempa bumi besar pada abad ke-20 dan 21
* 15 juni 2010 gempa 10,2 guncang bandung
gempa 7,1 guncang biak city di indonesia * gempa 2,9 getarkan lembang* 7 April 2010, Gempa bumi dengan kekuatan 7.2 Skala Richter di Sumatera bagian Utara lainnya berpusat 60km dari Sinabang,Aceh. Tidak menimbulkan tsunami, menimbulkan kerusakan fisik di beberapa daerah, belum ada informasi korban jiwa.
* 27 Februari 2010, Gempa bumi di Chili dengan 8.8 Skala Richter, 432 orang tewas (data 30 Maret 2010). Mengakibatkan tsunami menyeberangi Samudera Pasifik yang menjangkau hingga Selandia Baru, Australia, kepulauan Hawaii, negara-negara kepulauan di Pasifik dan Jepang dengan dampak ringan dan menengah.
* 12 Januari 2010, Gempa bumi Haiti dengan episenter dekat kota Léogâne 7,0 Skala Richter berdampak pada 3 juta penduduk, perkiraan korban meninggal 230.000 orang, luka-luka 300.000 orang dan 1.000.000 kehilangan tempat tinggal.
* 30 September 2009, Gempa bumi Sumatera Barat merupakan gempa tektonik yang berasal dari pergeseran patahan Semangko, gempa ini berkekuatan 7,6 Skala Richter (BMG Indonesia) atau 7,9 Skala Richter (BMG Amerika) mengguncang Padang-Pariaman, Indonesia. Menyebabkan sedikitnya 1.100 orang tewas dan ribuan terperangkap dalam reruntuhan bangunan.
* 2 September 2009, Gempa Tektonik 7,3 Skala Richter mengguncang Tasikmalaya, Indonesia. Gempa ini terasa hingga Jakarta dan Bali, berpotensi tsunami. Korban jiwa masih belum diketahui jumlah pastinya karena terjadi Tanah longsor sehingga pengevakuasian warga terhambat3 Januari 2009 - Gempa bumi berkekuatan 7,6 Skala Richter di Papua.
* 12 Mei 2008 - Gempa bumi berkekuatan 7,8 Skala Richter di Provinsi Sichuan, China. Menyebabkan sedikitnya 80.000 orang tewas dan jutaan warga kehilangan tempat tinggal.
* 12 September 2007 - Gempa Bengkulu dengan kekuatan gempa 7,9 Skala Richter
* 9 Agustus 2007 - Gempa bumi 7,5 Skala Richter
* 6 Maret 2007 - Gempa bumi tektonik mengguncang provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Laporan terakhir menyatakan 79 orang tewas[1].
* 27 Mei 2006 - Gempa bumi tektonik kuat yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States Geological Survey melaporkan 6,2 pada skala Richter; lebih dari 6.000 orang tewas, dan lebih dari 300.000 keluarga kehilangan tempat tinggal.
* 8 Oktober 2005 - Gempa bumi besar berkekuatan 7,6 skala Richter di Asia Selatan, berpusat di Kashmir, Pakistan; lebih dari 1.500 orang tewas.
* 26 Desember 2004 - Gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,0 skala Richter mengguncang Aceh dan Sumatera Utara sekaligus menimbulkan gelombang tsunami di samudera Hindia. Bencana alam ini telah merenggut lebih dari 220.000 jiwa.
* 26 Desember 2003 - Gempa bumi kuat di Bam, barat daya Iran berukuran 6.5 pada skala Richter dan menyebabkan lebih dari 41.000 orang tewas.
* 21 Mei 2002 - Di utara Afganistan, berukuran 5,8 pada skala Richter dan menyebabkan lebih dari 1.000 orang tewas.
* 26 Januari 2001 - India, berukuran 7,9 pada skala Richter dan menewaskan 2.500 ada juga yang mengatakan jumlah korban mencapai 13.000 orang.
* 21 September 1999 - Taiwan, berukuran 7,6 pada skala Richter, menyebabkan 2.400 korban tewas.
* 17 Agustus 1999 - barat Turki, berukuran 7,4 pada skala Richter dan merenggut 17.000 nyawa.
* 25 Januari 1999 - Barat Colombia, pada magnitudo 6 dan merenggut 1.171 nyawa.
* 30 Mei 1998 - Di utara Afganistan dan Tajikistan dengan ukuran 6,9 pada skala Richter menyebabkan sekitar 5.000 orang tewas.
* 17 Januari 1995 - Di Kobe, Jepang dengan ukuran 7,2 skala Richter dan merenggut 6.000 nyawa.
* 30 September 1993 - Di Latur, India dengan ukuran 6,0 pada skala Richter dan menewaskan 1.000 orang.
* 12 Desember 1992 - Di Flores, Indonesia berukuran 7,9 pada skala richter dan menewaskan 2.500 orang.
* 21 Juni 1990 - Di barat laut Iran, berukuran 7,3 pada skala Richter, merengut 50.000 nyawa.
* 7 Desember 1988 - Barat laut Armenia, berukuran 6,9 pada skala Richter dan menyebabkan 25.000 kematian.
* 19 September 1985 - Di Mexico Tengah dan berukuran 8,1 pada Skala Richter, meragut lebih dari 9.500 nyawa.
* 16 September 1978 - Di timur laut Iran, berukuran 7,7 pada skala Richter dan menyebabkan 25.000 kematian.
* 4 Maret 1977 - Vrancea, timur Rumania, dengan besar 7,4 SR, menelan sekitar 1.570 korban jiwa, diantaranya seorang aktor Rumania Toma Caragiu, juga menghancurkan sebagian besar dari ibu kota Rumania, Bukares (Bucureşti).
* 28 Juli 1976 - Tangshan, Cina, berukuran 7,8 pada skala Richter dan menyebabkan 240.000 orang terbunuh.
* 4 Februari 1976 - Di Guatemala, berukuran 7,5 pada skala Richter dan menyebabkan 22.778 terbunuh.
* 29 Februari 1960 - Di barat daya pesisir pantai Atlantik di Maghribi pada ukuran 5,7 skala Richter, menyebabkan kira-kira 12.000 kematian dan memusnahkan seluruh kota Agadir.
* 26 Desember 1939 - Wilayah Erzincan, Turki pada ukuran 7,9, dan menyebabkan 33.000 orang tewas.
* 24 Januari 1939 - Di Chillan, Chile dengan ukuran 8,3 pada skala Richter, 28.000 kematian.
* 31 Mei 1935 - Di Quetta, India pada ukuran 7,5 skala Richter dan menewaskan 50.000 orang.
* 1 September 1923 - Di Yokohama, Jepang pada ukuran 8,3 skala Richter dan merenggut sedikitnya 140.000 nyawa.