Geologi Struktur
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya.
Geologi struktur mencakup bentuk permukaan yang juga dibahas pada studi geomorfologi, metamorfisme dan geologi rekayasa. Dengan mempelajari struktur tiga dimensi batuan dan daerah, dapat dibuat kesimpulan mengenai sejarah tektonik, lingkungan geologi pada masa lampau dan kejadian deformasinya. Hal ini dapat dipadukan pada waktu dengan menggunakan kontrol stratigrafi maupun geokronologi, untuk menentukan waktu pembentukan struktur tersebut.
Secara lebih formal dinyatakan sebagai cabang geologi yang berhubungan dengan proses geologi dimana suatu gaya telah menyebabkan transformasi bentuk, susunan, atau struktur internal batuan kedalam bentuk, susunan, atau susunan intenal yang lain.
Untuk memahami struktur geologi yang ada dan bagaimana proses terjadinya maka sangatlah perlu diadakan pengamatan secara langsung. Hal ini akan memudahkan dalam pemahaman serta dapat mengetahui secara langsung struktur geologi yang ada.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pelaksanaan kegiatan Praktikum Geologi Struktur Program Studi Geologi Pertambangan (Diploma III) Fakultas Teknik, Universitas Kutai Kartanegara, ini, meliputi :
• Melatih mahasiawa dalam mengenali struktu-struktur yang ada.
• Untuk melatih dalam menganalisa persoalan - persoalan geologi struktur dengan melihat bentuk rill dilapangan.
• Untuk mahasiswa, / mahasiwi terampil dan mahir dalam, menggunakan peralatan geologi dilapangan.
Adapun tujuan diadakan praktikum ini, yaitu
• Agar melihat secara, langsung bentuk kekar dan lipatan yang rill dilapangan.
• Untuk mengetahui arah penyebaran, stretigrafi, formasi, geometri unsur struktur, struktur garis, struktur bidang, kedalaman dan ketebalan batuan.
• Untuk menganalisa, kekar dan lipatan yang menggunakan mitode Roset (kipas), histrogram dan lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Geometri Unsur Struktur
Unsur-unsur struktur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris yaitu :
1) Geometris Bidang/ Struktur Bidang
- Bidang perlapisan
- Kekar
- Sesar
- Foliasi
- Sumbu lipatan, dll.
2) Geometris Garis/ Struktur Garis
- Gores-garis
- Perpotongan dua bidang
- Liniasi, d1l.
Pemecahan masalah-masalah yang berhubungan dengan geometri struktur bidang dan struktur garis seperti :
• Masalah besaran arah dan sudut, jarak dan panjang dari struktur bidang dan struktur garis, misalnya ; menentukan panjang dari segmen garis, sudut antara dua garis, sudut antara dua bidang, sudut antara gars dan bidang, jarak titik terhadap bidang, jarak titik terhadap garis.
Kelemahan dari metode ini adalah ketelitiannya sangat tergantung pada faktor-faktor :
• Skala penggambaran, ketelitian alas gambar dan tingkat keterampilan sipengambar.Namun dibandingkan dengan metode-metode proyeksi yang lain (proyeksi perspektif dan proyeksi seterografi), metode ini lebih cepat untuk memecakan masalah struktur bidang dan struktur garis, karena secara langsung berhubungan dengan kenampakan tiga dimensi, sehingga mullah dipahami.
Didalam metode grafis ini, struktur bidang dan struktur garis digambarkan pada bidang proyeksi (bidang horisontal dan vertikal) dengan cara menarik garis¬-garis proyeksi yang tegak lurus terhadap bidang proyeksi dan saling sejajar satu sama lain.
Definisi istilah-istilah dalam proyeksi orothogmfi
- Image Plane (IP) adalah bidang yang tegak lurus garis pandang, terletak antara mata si pengamat dengan objek yang akan digambar.
- Line Of Sight (LS) adalah suatu garis yang berasal dari mata si pengamat sampai kesuatu titik tertentu dalam obyek, dan sifatnya saling sejajar.
- Horizontal Plane (HP) adalah bidang khayal yang kedudukannya horisontal dan merupakan tempat kedudukan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama Garis proyeksi dari suatu titik sifatnya akan vertikal dan tegak lurus terhadap bidang ini.
- Front Plane (FP) adalah bidang khayal yang kedudukannya vertikal dan tegak lurus terhadap bidang horisontal. Garis proyeksi yang ditarik dari suatu titik sifatnya horisontal dan tegak lurus terhadap bidang ini.
- Profile Plane (PP) adalah bidang khayal yang kedudukannya vertikal dan tegak lurus terhadap "Horizontal Plane" (HP) dan "Front Plane" (FP). Garis vertikal yang ditarik dari suatu titik, sifatnya horisontal dan tegak lurus terhadap bidang ini.
- Folding Line (FL) adalah garis khayal yang merupakan perpotongan dua bidang proyeksi. Garis ini berfungsi sebagai sumber putar bidang proyeksi vertikal sehingga kedudukannya menjadi horisontal. Prinsip ini merupakan salah satu dasar dari proyeksi orthografi yang merubah gambaran tiga dimensi menjadi dua dimensi.
2.2 Struktur Bidang
Struktur bidang dalam geologi, struktur dapat dibedakan menjadi "Struktur Bidang Rill " dan "Struktur Bidang Semu ".
1. Struktur bidang riil artinya bentuk dan kedudukan dapat diamati secara langsung dilapangan, antara lain adalah
• Bidang perlapisan.
• Bidang ketidakselarasan.
• Bidang sesar.
• Foliasi.
• Bidang sayap lipatan. Bidang yang disebut terakhir ini sebenarnya merupakan kedudukan bidang yang terlipat.
2. Struktur bidang semu artinya bentuk dan kedudukannya hanya bisa diketahui atau didapatkan dari hasil analisa struktur bidang riil yang lain, contohnya adalah :
• Bidang poros lipatan.
Dikaitkan dengan penggolongan struktur menurut waktu pembentukannya, maka dibedakan menjadi struktur bidang primer dan struktur bidang sekunder. Bidang-bidang yang termasuk dalam struktur bidang primer adalah bidang perlapisan, bidang foliasi bidang rekah kerut ( Mud Crack ), bidang kekar kolom ( Colomnar Joint ) pada batuan beku, dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk dalam struktur bidang sekunder adalah bidang kekar, bidang sesar, bidang sayap lipatan.
Pada umumnya struktur bidang dinyatakan istilah-istilah, yaitu
1) Jurus ( Strike)
2) Kemiringan (Dip).
2.2.1 Definisi Istilah-istilah Struktur Bidang.
a. Jurus (Strike) adalah Arah dan gars horizontal yang merupakan perpotongan antara bidang yang bersangkutan dengan bidang horizontal.
b. Kemiringan (Dip) adalah Sudut kemiringan terbesar yang dibentuk oleh bidang miring dengan bidang horizontal dan diukur tegak lurus terhadap jurus.
c. Kemiringan Semu (Apparent Dip) adalah Arah tegak lurus jurus sesuai dengan arah miringnya bidang yang bersangkutan dan diukur dan arah utara.
Keterangan :
A – L : Struktur garis pada bidang ABCD
A – K : Arah Penunjaman (Trend)
A-K / K-A : Arah Kelurusan (Bearing) = Azimuth NAK
β : Penunjaman (Plunge)
т : Rake (Pitch)
2.2.2 Cara Penulisan ( Notasi ) dan Simbol Struktur Bidang
Untuk menyatakan kedudukan suatu struktur bidang secara tertulis agar dengan mudah dan cepat dipahami, dibutuhkan suatu cara penulisan dan simbol pada pets geologi.
Penulisan ( Notasi ) struktur bidang dinyatakan dengan :
- Jurus / Kemiringan
- Besar Kemiringan, arah kemiringan
a. Jurus / Kemiringan
• Sistem Azimuth, hanya mengenal satu tulisan yaitu N X°E/Y°, Besarnya X° antara 0° – 360° dan besarnya Y° antara 0° – 90°.
• Sistem Kwadran , penulisan tergantung kepada posisi kwadran yang diinginkan sehingga mempunyai beberapa cara penulisan, misalnya:
- Sistem Azimuth, N 145° E/30°, maka menurut sistem kwadrannya adalah : N 35° W/30° SW atau S 35° E/30° SW.
- Sistem Azimuth , N 90° E/45°, maka menurut sistem kwadrannya adalah : N 90° E/45° S atau N 90° W/45° S atau N 90° E/45° S atau S 90° W/45° S.
b. Besar Kemiringan, Arah Kemiringan (Dip,Dip Direction)
Misalnya : Sistem azimuth N 145°E/30°, maka penulisan berdasarkan sistem "Dip, Dip deriction ", adalah : 30°, N 235°E.
Penggambaran Simbol Struktur Bidang :
1. Garis jurus hasil pengukuran diplot dengan tepat sesuai arah pembacaan kompas di titik lokasi dimana struktur bidang tersebut diukur.
2. Tanda arah kemiringan digambarkan pada tengah-tengah den tegak lurus garis jurus searah jarum jam atau harga jurus ditambah 90° searah jarum jam. Panjang tanda kemiringan ini kurang lebih sepertiga panjang garis jurus.
3. Tulis besar kemiringan pada ujung tanda kemiringan.
2.2.3 Cara Mengukur Struktur Bidang dengan Kompas Geologi.
1) Pengukuran Jurus
Bagian sisi kompas (sisi "E") ditempelkan pada bidang yang diukur. Kedudukankompas dihorisontalkan, ditunjukkan oleh posisi level dari nivo "Mata Sapi" ( Bull's Eye Level ), maka hargayang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga jurus bidang yang diukur. Benlah tanda garis pada bidang tersebut sesuai dengan arah jurusnya.
2) Pengukuran Kemiringan.
Kompas pada posisi tegaktempelkan sisi 'W' kompas pada bidang yang diukur dengan posisi yang tegak lurus jurus pada garis jurus yang telah dibuat pada butir (1). Kemudian Dinometer dieter sehingga gelembung udaranya tepat berada ditengah (Posisi Level). Harga yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala klinometer adalah besarnya sudut kemiringan dari bidang yang diukur.
3) Pengukuran Arah Kemiringan.
Tempelkan sisi "S" kompas pada bidang yang diukur. Posisikan kompas, sehingga. horizontal (nivo "mata lembu" level), baca angka yang ditunjuk oleh jarum utara kompas. Harga ini merupakan arah kemiringan (dip direction) dari bidang yang diukur.
2.2.4 Aplikasi Metode Grafis I untuk Struktur Bidang
Aplikasi yang diuraikan disini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur bidang, antara lain :
1. Menentukan kemiringan semu.
2. Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang sama.
3. Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang berbeda.
4. Menentukan Kedudukan Bidang berdasarkan problems tiga titik (Three Point Problems).
Maksudnya menentukan kedudukan bidang dari tiga titik yang diketahui posisi dan ketinggiannya, dimana titik tersebut terletak pada bidang rata yang sama.Dan bidang tersebut tidak terlipat / terpatahkan serta ketiga titik tersebut ketinggiannya berbeda.
2.3 Struktur Garis
Seperti halnya struktur bidang, struktur garis dalam geologi struktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
• Struktur garis rill adalah struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat diamati langsung dilapangan misalnya gores garis yang erdapat pada bidang sesar.
• Struktur garis semu adalah semua struktur garis yang arah atau kedudukannya ditafsirkan dari onentasi unsur- unsur struktur yang membentuk kelurusan atau laniasi.
Berdasarkan seat pembentukanya struktur garis dapat dibedakan menjadi struktur garis primer dan stn&w garis sekunder dari contoh-contoh struktur garis yang disebutkan diatas yang termasuk struktur garis primer adalah liniasi atau penjajaran mineral - mineral pada batuan beku tertentu ,arah liniasi struktur sedimen dan yang termasuk struktur garis sekunder adalah gores-garis , liniasi memanjang fragmen breksi sesar.garis poros lipatan dan kelurusan -kelurusan topografi, sungai, dsb.
Kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilah – istilah:
- Arah penujaman (Trend) penunjaman (Plunge).
- Arah kelurusan (Bearing) dan Rake atau Pitch.
2.3.1 Definisi Istilah – istilah dalam struktur garis.
Arah penujaman (Trend) adalah jurus dari bidang vertical yang melalui garis dan menunjukan arah penunjaman garis tersebut ( hanya menunjukkan suatu arah tertentu).
Arah kelurusan (Bearing) adalah jurus dari bidang vertical yang melahn gar's tetapi tidak menunjukan arah penunjaman garis tersebut (menunjukkan arah – arah dimana, salah satu arahnaya merupakan sudut pelurusnya).
Rake (Pith) adalah besar sudut antara garis dengan garis horisontal, yang diukur pada bidang dimana garis tersebut terdapat besamya rake sama dengan atau lebih kecil 90 .
2.3.2. Cara Penulisan (Notes) dan Simbol Strukur Garis
Untuk menyatakan kedudukan suatu sruktur garis secara, tertulis dan suatu cara penulisan simbol pada peta geologi.
Penulisan notes' sruktur garis dinyatakan dengan
• "Plunge, Trend ( arah penujaman)".
• Sistem Azimuth , hanya mengenal satu penulisan yaitu Y°,N X° E.
- Xo adalah "Trend',besarnya = 0° - 360°
- Y° adalah "Plunge", besarnya = 0° - 90° (sudut vertikal).
• Sistem Kwadran, Penulisan tergantung pada posisi kwadran yang diinginkan sehingga, mempunyai beberapa cara penulisan, misalnya:
- Sistem azimuth, 30°,N 45° E, make menurut sistem kwadrannya adalah 45°,N 45° E.
- Sistem azimuth, 45°,N 90° E, make menurut sistem kwadrannya adalah 45°, N 90° E, atau 45° S 90°E.
2.3.3 Cara Pengukuran Struktur Garis dengan Kompas Geologi
a. Pengukuran struktur garis yang mempunyai "Trend”
Adapun yang termasuk struktur garis ini adalah gores garis pada bidang sesar, arah arus pembentukan struktur sedimen dan garis sumbu lipatan.
• Pengukuran Arah "Trend".
1. Tempelkan alat Bantu (buku lapanganl"Dipboard') pada posisi tegak dan sejajar dengan struktur garis yang akan diukur.
2. Tempelkan sisi "W' atau "E" kompas pada posisi kanan atau kiri alat Bantu dengan visir kompas ("Sighting Arm") mengarah kepenujaman struktur garis tersebut.
3. Levelkan/horisontalkan kompas (Nivo Mata Sapi, dalam keadaan horisontal), make harga yang ditunjuk oleh jarum utara, kompas adalah harga arah penunjamannya ("Trend").
• Pengukuran "Plunge" ( Sudut Penunjaman ).
1. Tempelkan sisi "W" kompas pada sisi etas alat bantu yang masih dalam keadaan vertikal.
2. Levelkan "Dinometer" dan baca besaran sudut vertikal yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala "Dinometer".
• Pengukuran "Pitch"( Rake ).
1. Buat garis horizontal pada bidang dimana sturktur garis tersebut terdapat (sama dengan jurus bidang tersebut) yang memotong struktur garis yang akan diukur "Rake " -nya.
2. Ukur besar sudut lancip yang dibentuk oleh garis horisontal, butir (1) dengan struktur garis tersebut mengguna-k-an busur derajat.
b. Pengukuran Struktur Garis yang tidak Mempunyai "Trend"(Horisontal).
Adapun yang termasuk dalam struktur garis ini pada umumnya berupa arah¬arah kelurusan (arah limasi fragmen breksi sesar, arah kelurusan sungai, arah kelurusan gawir sesar, d1l). Jadi yang perlu diukur hanya arah kelurusan (bearing) saja.
• Pengukuran "Bearing".
1. Arah visir kompas sejajar dengan unsur-unsur kelurusan struktur garis yang akan diukurmisalnya sumbu memanjang fragmen breksi sesar.
2. Pada posisi butir (1) levelkan kompas (nivo mata sapi dalam keadaan horisontal), make harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga arah"Bearing"-nya.
2.3.4 Aplikasi metoda grafis I untuk struktur garis
Aplikasi yang akan dibahas disini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur garis antara lain :
1. Menentukan "Plunge" dan "Rake" sebuah garis pada suatu bidang.
2. Menentukan kedudukan struktur garis dari perpotongan dua bidang.
2.4 Tebal dan Kedalaman
Penentuan tebal dan kedalaman dalam geologi struktur pada dasarnya merupakan aplikasi dari metode grafis dan goneometris.
2.4.1 Tebal
Tebal merupakan jarak tegak lures antara dua bidang yang sejajar, yang merupakan batas lapisan batuan.
2) Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak langsung.
Perhitungan secara tidak langsung im dapat dilakukan dengan macam-macam cara tergantung pada
1. Keadaan topografi.
2. Kedudukan lapisan batuan.
Unsur-unsur yang dijumpai dilapangan yang dipakai sebagai data perhitungan geometri adalah:
1. Lebar singkapan (s).
2. o).Kedudnkan /kemiringan lapisan batuan (
3. Besar sudut lintasan arahjums ).lapisan (
4. Besar sudut kemiringan lereng /slope (β).
3) Menentukan Tebal Batuan
Diilustrasikan sebagai berikut:
Dimana :
w : Tebal Semu
o : Dip/Kemiringan Semu
β : Slope/ Kemiringan Lereng
Dip > Slope
o – β})Rumus : t = w sin (180o -
t = w sin β
t = w cos β
Dimana : w = Tebal Semu
o = Dip/Kemiringan Lapisan
β = Slope/Kemiringan Lereng
t = Tebal Sebenarnya
2.4 Kedalaman
Kedalaman merupakan jarak vertical dari ketinggian tertentu (permukaan air laut) ke arah bawah terhadap suatu titik, garis atau bidang.
Secara, garis besar, masalah – masalah penentuan kedalaman dapat dibedakan /dibagi berdasarkan cara perhitungan nya menjadi :
1. Perhitungan berdasaarkan pengukuran tegak lurus jurus lapisan.
2. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak tegak lurus jurus lapisan.
2.4.1 Pengukuran kedalaman pada, arah lintasan tegak lurus jurus lapisan
1. Medan datar/topografi tidak berelief
od = 1 tg
keterangan :
d : Kedalaman
I : Panjang lintasan pengukuran
2. Medan /topografi dengan slope
a. Dip searah dengan slope.
o -d = I (cos βo. tg sin βo) (Gambar 2.4.3)
b. Dip berlawanan dengan slope.
d = I (cos βo . tg o + sin βo) (Gambar2.4.4)
2.4.2 Pengukuran kedalaman pada arah tidak tegak lurus jurus lapisan
a. Dip searah dengan slope
o.d = I (tg o – sin βo)cos βo. - sin
b. Dip berlawanan dengan slope
o.d = I (tg o + sin βo)cos βo. - sin
2.5 Pola Singkapan dan Peta Geologi
Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang tergambarkan dalam peta geologi .
Peta geologi adalah suatu peta yang menggambarkan keadaan geologi daerah tersebut, meliputi penyebaran batuan (litologi), penyebaran struktur dan bentuk morfologinya.
Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni:
1. Tebal lapisan.
2. Topografi/morfologi.
3. Besar kemiringan (Dip) lapisan.
4. Bentuk struktur lipatan.
Hukum " V" (V Rule)
Hubungan antara lapisan yang mempunyai kemiringan dengan bentuk topografi berelief akan menghasillcan .suatu pola singkapan yang beraturan, diamana aturan tersebut dikenal dengan hukum "V". Aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis kontur.
b) Lapisan dengan kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng maka kenampakan lapisan akan memotong lembah dengan pola singkapan membentuk huruf "V" yang berlawanan dengan arah kemiringan lembah.
c) Pada lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus dimana pola singkapan ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi.
d) Lapisan yang miring searah dengan arah kemiringan lereng dimana kemumgan lapisan lebih besar danpada kemiringan lereng akan membentuk pola smgkapan dengan huruf "V" mengarah sama (searah) dengan arah kemiringan lereng.
e) Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiringan lereng dimana besar kemiringan lapisan lebih kecil dari kemiringan lereng , maka pola singkapannya akan membentuk huruf "V" yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng /lembah.
f) Lapisan yang kemiringan nya searah dengan kemiringan lembah dan besarnya kemiringan lapisan sama dengan kemiringan lereng/lembah maka pola singkapan tampak .
2.5.1 Metoda Pembuatan Pola Singkapan dan Peta Geologi
Dalam pembuatan peta geologi, dilakukan dengan cara mengamati singkapan-singkapan batuan yang dijumpai. Pengamatan singkapan batuan biasanya dilakukan dengan mengambil jalur disekitar aliran sungai disepanjang aliran sungai inilah dapat dijumpai smgkapan batuan dengan baik.
Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis batuan, penyebaran, kedudukanya, hubungan antar satuan (litologi), strukturnya (baik struktur primer maupun skunder).
a) Data singkapan dari flap lokasi pengamatan diplotkan pada peta dasar (peta topogmfi) berupa simbol, tanda, warns.
b) Batas litologi, garis sesar, sumbu lipatan dapat berupa garis penuh (tegas) bila diketahui dengan pasti atau berupa garis putus-putus jiak diperkirakan.
c) Legenda peta diurutkan sesuai dengan urutan stratigmfi (hukum superposisi).
d) Penyebaran satuan batuan (pola singakapannya dapat ditarik batasnya diantara satuan batuan yang berlamw dengan memperhatikan hukum "V".
2.5.2 Pembuatan Penampang Geologi
Suatu gambaran yang memperlihatkan keadaan geologi secara vertical, sehingga diketahui hubungan satu dengan lamnya. Dalam pembuatan penampang geologi dipilih suatu jalur tertentu sedemikian rupa, sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas semua keadaan geologinya secara vertikal. Dalam hal ini dipilih atau dibuat suatu jalur yang arahnya tegak lurus terhadap jurus umum lapisan batuan, sehingga dalam penampang akan tergambarkan keadaan kemiringan lapisan yang asli (true dip).Namun pembuatan penamapang terkadang jugs melalui jalur yang tidak tegak lurus terhadap jurus lapisan batuan maka disini penggambaran besar kemiringan lapisan nya adalah merupakan kemiringan lapisan semu (apparent dip) yang besarnya sesuai dengan arah sayatan terhadap jurus lapisan batuan.
Rekonstruksi :
a) Perhatikan arah sayatan penampang terhadap jurus umum lapisan (tegak lurus atau tidak).
b) Buat "base line" yang panjangnya sama dengan panjang garis penampang peta geologi.
c) Buat "end line" dan berikan angka – angka yang menunjukan ketinggian sesuai dengan skalanya.
d) Buat "profile line" dengan cara mengeplot ketinggian garis kontur yang terpotong garis penampang, dan kemudian hubungkan.
e) Gambarkan keadaan geologinya, meliputi batas lapisan, batas struktur dan lainnya, yang terpotong oleh garis penampang.
2.6 Metoda Statistik
Metoda, statistik, yakni suatu metoda, yang diterapkan untuk mendapatkan kisaran harga rata – rata atau harga maksimum dari sejumlah data acak satu jenis struktur . dari sim kemudian dapat diketahui kecenderungan – kecenderungan, bentuk pola, ataupun kedudukan umum dari jenis struktur yang sedang dianalisa .
Metoda, statistik yang sering atau umum dipakai dalam kegiatan analisa struktur, terdiri dari 2 (dua) metoda, yang pengelompokannya, didasarkan etas banyaknya parameter yang akan diketahui hasil statistiknya.
Metoda statistik dengan satu, parameter yakni pembuatan diagram yang didasarkan atas, sejumlah data struktur yang hanya, memiliki satu, parameter saja.
Metoda statistik dengan dua parameter yakm pembuatan diagram --diagram, bedasarkan sejumlah data struktur yang memiliki parameter.
2.6.1 Diagram Kipas
Tujuan diagram ini dimaksudkau untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur – unsur struktur yang data-datanya, hanya, terdiri dari satu unsure pengukuran.
Tabulasi data - data pengukuran yang terkumpul dimasukan kedalam suatu. table (tabulasi data),dengan tujuan untuk mempermudah proses dalam pembuatan diagramnya. Dalam hal ini jumlah data tidak terdapat batasan mengenai banyak nya data yang harus dikumpulkan. Semakin banyak data lapangan dalam analisa, make hasilnya akan mendekati keadaan sebenarnya.
Pembuatan Diagram Kipas
Dari pemasukan data-data pengukuran kedalam data suatu tabel diperoleh harp prosentase maksimum 24%. Harga ini dipakai sebgai patokan untuk menetukan panjang jari –jari diagram setengah lingkaran .
Panjang jari–jari Dari harga maksimum 24% = 6 cm. kemudian panjang jari–jari tersebut dibagi enam , sehingga, setiap satu, interval berharga, 4%. Selanjutnya dari setiap interval dibuat busurnya, dengan pusat titik nol dan panjang jari–jari sama, dengan interval yang bersangkutan. kemudian bagilah sisi paling luar dari busur sesuai dengan pembagian arahnya. Melalui pembagian interval tersebut tariklah garis- garis kearah pusat busur.
2.6.2. Diagram roset.
Tujuan diagram ini dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur – unsur struktur yang data – datanya hanya memiliki satu pengarahan.
Tabulasi data –data pengukuran lapangan yang terkumpul dimasukan kedalam suatu table dengan tujuan untuk mempermudah pembuatan diagramnya.
Pembuatan diagram roset
Pada prinsipnya cara pembuatan diagram roset ini sama dengann cara pembuatan diagram kipas . perbedaanya hanya terletak pada bentuknya, diagram kipas berbentuk setengah lingkaran sedangkan diagram roset merupakan lingkaran penuh.
2.7 Kekar
Suatu rekahan yang relative tanpa mengalami pergesaran pada bidang rekahannya . penyebab tedadinya kekar dapat disebabkan oleh gejala tektonik maupun non tektonik. Klasifikasi kekar ada beberapa macam, tergantung dasr klasifikasi yang digunakan, diantaranya :
a) Berdasarkan bentuknya.
b) Berdasarkan ukurannya.
c) Berdasarkan kerapatannya.
d) Berdasarkan cara terjadinya (genesanya).
2.7.1 Klasifikasi kekar berdasarkan genesanya
a. Shear joint (kekar gerus), tedadinya akibat adanya tegasan tekanan (compressive stress).
• Tanda-tanda untuk mengetahui kekar genus ini
- Bidang kekar rata (lurus)
- Adakala terdapat struktur "Pumice" akibat pergeseran yang sangat kecil.
- Bidang kekar rata dan rapat, tak ada pengisian walau memotong batuan yang bermacam-macam maka dibidangnya tetap rata.
b. Kekar tegangan (Tension joint) atau kekar tarik adalah kekar yang terjadi karena gaya tarik (tension) diman kekamya tegak lurus dengan gaya pembentuknya.
• Tanda-tanda kekar tarik di lapangan
- Sifatnya membuka
- Biasanya rekahanya terisi dengan batuan lain
- Bidang kekar tidak rata, sehingga jika memotong permukaan akan berupa garis yang tidak lurus.
Tension joint (tension stress), dibedakan atas ;
a. Extension joint, terjadi akibat pemekaran atau tarikan.
b. Release joint, terjadi akibat berhentinya gaya yang berkerja.
2.7.2. Analisa Kekar
Secara skematis prosedur analisanya dalah sebagai berikut : Pengumpulan atau pencataan data – pengelompokan data- penyajian data- analisa data- interpretasi- diskusi.
Untuk analisa data , digunakan metoda statistic yang dilakukan dengan:
a. Diagram kipas.
- Pita radial.
- Garis radial.
b. Histogram.
Diagram kontur, dengan mengunakan proyeksi streografi dan proyeksi kutup.
Tujuan analisa :
- Menentukan kedudukan atau arah umum dari kekar.
- Menentukan arah umum dari gaya utama.
2.8 Sesar
Suatu, bidang rekahan atau zona rekahan yang telah mengalami pergeseran. Beardasarkan tipe gerakannya secara umum dibedakan atas :
a. Sesar translasi, yaitu jenis sesar yang pergeseranya sepanjang garis lurus.
b. Sesar rotasi , yaitu jenis sesar yang pergeseranya, mengalami perputaran/ terputar.
Sifat pergeseran sesar dapat separation ( pergeseran semu) dan slip pergeseran relative) :
a. Separation jarak adalah tegak lurus antara dua bidang yang tergeser dan diukur pada bidang sesar.
b. Slip adalah pergeseran relative pada sesar , diukur dari blok 1 ke blok lamnya, merupakan pergesaran titik - titik yang sebelumnya berimpit. Total pergeseran relatifnya disebut dengan net — slip.
Unsur-unsur / istilah dalam sesar :
a. Bidang sesar , yaitu, suatu, bidang sepanjang rekahan dalam batuan yang tergeserkan.
b. Dip sesar, yaitu sudut antara, bidang sesar dengan bidang horisontal dan diukur tegak lurus jurus sesar. Strike dan dip sesar menunjukkan kedudukan dari bidang sesar.
c. Hade yaltu sudut antara, garis vertikal dengan bidang sesar, dan merupakan penyiku dari dip sesar.
d. Thrue , yaitu komponen vertikal dari slip / speration diukur pada bidang vertikal yang tegak lurus jurus sesar.
e. Heave, yaitu komponen horisontal dari slip / separation , diukur pada bidang vertical yang tegak lurus, jurus sesar.
f. Hanging wall dan foot wall yaitu blok yang terletak diatas bidang sesar dan dibawah bidang sesar.
2.8.1 Klasifikasi bidang sesar
Penamaan dari suatu sesar adalah tergantung dari dasar klasifikasi yang digunakan, diantara sebagai berikut :
Berdasarkan orientasi pola tegasan utama yang menyebabkannya
a. Thrust fouls, jika tegasan utama maksimum dan intermediate adalah horisontal.
b. Normal fault, jika pola tegasan utama maksimum adalah vertikal.
c. Wrench fault (strek slip fault), jika pola tegasan utama maksimum dan minimum adalah horisontal.
2.9 Lipatan
Merupakan basil perubahan bentuk dan suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dan lengkungan pada unsure garis atau bidang di dalam bahan tersebut.
Mekanisme gaya yang menyebabkannya ada dua macam :
a. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan permukaan lempeng.
b. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang aralmya tegak lurus permukaan lempeng.
Berdasarkan proses lipatan dan jenis batuan yang terlipat dapat di bedakan menjadi 4 macaw lipatan, yaitu :
a. Flexur /Competent Folding termasuk di dalamnya Parallel Fold.
b. Flow /Incompetent Folding termasuk di dalamnya Similar Fold.
c. Shear folding.
d. Aexure and flow folding.
2.9.1. Unsur-unsur lipatan
a. Antiklin adalah unsur shuktur lipatan dengan bentuk convex keatas dengan urutan lipatan batuan yang tua di bawah dan yang muda diatas.
b. Sinklin adalah unsur struktur lipatan dengan bentuk concave keatas dengan uratan lapisan batuan yang tua dibawah dan yang muda di etas.
c. Antiform adalah unsur shuktu lipatan seperd antil-din dengan lipatan batuan yang tua diatas dan yang muda di bawah.
d. Sinform adalah unsur struktur lipatan seperd sinklin dengan lapisan batuan tua diatas dan yang muda di bawah.
e. Hinge adalah pelenkungan maksimum dari lipatan
f. Crest adalah puncak titik tertinggi dari lipatandil.
2.9.2 Klasifikasi lipatan
Untuk menamakan suatu lipatan harus sesuai dengan klasifikasi yang sudah ada, yang mane klasifikasi tersebut ada bermacam-macam tergantung dari dasar yang di gunakan.
2 9.3 Analisa Lipatan
Analisis lipatan dilakukan untuk mengetahui arah lipatan, kedudukan bidang sumbu dan garis sumbu, bentuk lipatan,penunjaman dan pole tegasan yang berpengaruh terhadap pembentukan lipatan.
Untuk struktur lipatan yang ben&uran kecil (mikro) dan bentuk tiga dimensi dapat ditaksirkan, analisanya dilakukan dilapangan dengan cara mengukur langsung unsur-unsurnya (kedudukan garis-garis sumbu bentuk lipatan, dan arah penunjaman).
Untuk lipatan berskala besar (mayor fould) dimana sexing bentuk utuhnya tidak teramati secara langsung atau struktur lipatan itu sudah terkikis make terhadapnya dilakukan analisis yang berdasarkan pada :
a. Mengukur kedudukan struktur bidang yang terlipat, yakni bidang perlapisan (bedding or lentation) pada batuan sediment dan bidang-bidang foliasi pada batuan metamorf.
b. Mengukur kedudukan "deavage" (deavage orientation) yakni rekahan yang bervariasi sejajar dan umumnya sejajar pula dengan kedudukan bidang sumbu lipatan ( axial plane deavages ).
c. Mengukur bidang-bidang dan garis-garis sumbu lipatan-lipatan kecil Hinge lines of small fold).
b. Mengukur perpotongan bidang-bidang perlapisan dengan "deavage" (deavage bedding intersection).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pelaksanaan praktikum geologi struktur dapat disimplkan bahwa :
1. Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya.
2. Unsur-unsur struktur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris yaitustruktur bidang dan struktur garis dimana struktur bidang terdiri dari Bidang perlapisan kekar, sesar, foliasi dan sumbu perlipatan sedangkan struktur garis terdiri dari gores-garis, perpotongan dua bidang, liniasi dan lain-lain.
3. Struktur geologi perlu di pelajari karena pada daerah ini merupakan tempat terperangkapnya mineral-mieral berharga.
4. Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang tergambarkan dalam peta geologi.
5. Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni:
• Tebal lapisan.
• Topografi/morfologi.
• Besar kemiringan (Dip) lapisan.
• Bentuk struktur lipatan.
3.2 Saran
Berdasarkan dari keseluruhan pertemuan dan pelaksanaan praktikum, baik indoor maupun out door, penulis menyarankan agar pelaksanaan praktikum selanjutnya dapat lebih baik lagi, yaitu persediaan peralatan-peralatan lapangan agar dapat diperbanyak dan diperbaharui sehingga membuat mahasiswa lebih terampil dan mahir dalam pengaplikasian di lapangan, serta untuk pelaksanaan praktikum di lapangan (out door) lebih ditingkatkan lagi, mengingat kegiatan praktikum di lapangan lebih aplikatif.
Senin, 28 November 2011
Rabu, 05 Januari 2011
Hidrokarbon Sebagai Sumber Energi
Hidrokarbon Sebagai Sumber Energi
Dunia sekarang ini berada dalam masalah krisis energi. Krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang melanda dunia akibat dari tingginya harga minyak dunia dan menipisnya cadangan minyak bumi memaksa seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia untuk mengambil langkah dalam mengatasi hal tersebut. Eksplorasi dan pengembangan suatu proses yang mampu mereduksi kebergantungan pada sumber hidrokarbon fosil adalah merupakan suatu langkah untuk merealisasikan karena hampir 90 % dari jumlah senyawa hidrokarbon hasil proses penyulingan minyak mentah baik berupa BBM gasoline, diesel maupun minyak tanah, digunakan sebagai bahan bakar energi untuk mendukung sektor transportasi, industri maupun aktivitas rumah tangga. Mengingat energi bahan bakar yang dilepaskan seiring dengan terlepasnya gas CO2, maka kebergantungan yang terus menerus pada sumber energi minyak bumi tersebut jelas menimbulkan semakin tingginya skala permasalahan yakni menaiknya kadar CO2 yang tak terkendali di dalam atmosfir bumi sehingga menimbulkan pemanasan global. Disisi lain, isu tentang semakin menipisnya cadangan minyak bumi dunia, maka semakin menuntut suatu taktik dan strategi atas sumber utama hidrokarbon tersebut secara hemat dan efisien. Mempertimbangkan juga bahwa proses pem-bentukannya dalam ukuran geological time frame memerlukan ribuan tahun, sumber energi fosil tersebut disebut sebagai sumber yang tak dapat diperbaharui.
Salah satu langkah mengatasi masalah krisis energi tersebut adalah dengan memanfaatkan sampah atau limbah sebagai sumber energi. Secara khusus, sampah yang dapat digunakan sebagai sumber energi adalah minyak jelantah yang diolah menjadi biodiesel. Hal tersebut dipaparkan oleh Joko Sriyanto selaku peneliti dari UGM, dalam seminar nasional “Pengolahan Sampah Sebagai Sumber Energi Alternatif” yang dilaksanakan Senin (7/7) di ruang sidang A.R. Fakhrudin Lantai V Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Menurut Joko, krisis energi, terutama BBM di Indonesia antara lain disebabkan oleh penurunan produksi minyak Indonesia, pertumbuhan konsumsi energi dalam negeri yang mencapai 10%/tahun, meningkatnya kegiatan industri, dan kecenderungan harga minyak dunia yang terus meningkat. proses ekstraksi (pengeboran) minyak bumi yang tidak dibarengi oleh eksplorasi (pencarian ladang minyak bumi baru) menjadikan kapasitas produksi minyak mentah Indonesia menurun. Di satu sisi, pertumbuhan konsumsi BBM terus meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan jumlah penduduk, semakin membaiknya standar hidup masyarakat, meningkatnya kegiatan industri, serta meningkatnya kebutuhan BBM pada sektor transportasi menjadikan cadangan minyak semakin menipis. Untuk itulah, perlu adanya strategi penyediaan energi seperti bahan bakar alternatif dalam mengatasi hal tersebut.
Dari hasil buah pikir lainnya, didapatkan biodiesel yang merupakan bahan bakar cair yang diproses dari lemak hewan atau minyak nabati. Pengembangan produk biodiesel juga patut dipertimbangkan sebagai alternatif sebagai bahan bakar dikarenakan biodiesel tersebut mengandung oksigen yang membuat pembakaran lebih sempurna dan lebih ramah lingkungan karena asap buangnya tidak hitam. Selain itu, biodiesel juga memiliki sifat biodegradable (dapat terurai), yang merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui dan produksi gas hasil pembakarannya, yakni CO2 dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan. Joko mengungkapkan, berdasar penelitian Yukawa dalam K’hungkung (2004), pemanfaatan biodiesel dari minyak jelantah dapat mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor. Biodiesel menghasilkan tingkat emisi hidrokarbon yang lebih kecil, sekitar 30% dibanding dengan solar, emisi CO juga lebih rendah (18%), emisi particulate molecule lebih rendah (17%), sehingga secara keseluruhan tingkat emisi biodiesel lebih rendah dibanding solar yang hasilnya lebih ramah lingkungan. Ditinjau dari segi ekonomi, pemanfaatan minyak jelantah sebagai biodiesel juga lebih menguntungkan karena untuk menghasilkan satu liter biodiesel hanya dibutuhkan biaya produksi sebesar Rp 1.812,90.
Akhirnya, menyadari bahwa minyak jelantah mempunyai keuntungan baik secara ekologis maupun ekonomis, penelitian dan pengembangan biodiesel dari minyak jelantah perlu dilakukan secara simultan agar hal ini dapat lebih diterima oleh masyarakat.
Selain itu, dewasa ini gas alam telah menjadi sumber energi alternatif yang banyak digunakan oleh masyarakat dunia untuk berbagai keperluan, baik untuk perumahan, komersial maupun industri. Dari tahun ke tahun penggunaan gas alam selalu meningkat. Hal ini karena banyaknya keuntungan yang didapat dari penggunaan gas alam dibanding dengan sumber energi lain. Energi yang dihasilkan gas alam lebih efisien. Tidak seperti halnya dengan minyak bumi dan batu bara, penggunaannya jauh lebih bersih dan sangat ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Disamping itu, gas alam juga mempunyai beberapa keunggulan lain, seperti tidak berwarna, tidak berbau, tidak korosif dan tidak beracun.
Gas alam seperti juga minyak bumi merupakan senyawa hidrokarbon (Cn H2n+2) yang terdiri dari campuran beberapa macam gas hidrokarbon yang mudah terbakar dan non-hidrokarbon seperti N2, CO2 dan H2S. Umumnya gas yang terbentuk sebagian besar dari metan CH4, dan dapat juga termasuk etan C2H6 dan propan C3H8. Komposisi gas alam bervariasi, tetapi umumnya tipikal gas alam (sebelum dilakukan pemrosesan) adalah seperti pada tabel di bawah ini.
Gas alam yang didapat dari dalam sumur di bawah bumi, biasanya bergabung dengan minyak bumi. Gas ini disebut sebagai gas associated. Ada juga sumur yang khusus menghasilkan gas, sehingga gas yang dihasilkan disebut gas non associated. Sekali dibawa ke atas permukaan bumi, terhadap gas dila-kukan pemisahan untuk menghilang-kan impurities seperti air, gas-gas lain, pasir dan senyawa lainnya. Beberapa gas hidrokarbon seperti propan (C3H8) dan butan (C4H10) dipisahkan dan dijual secara terpisah. Setelah diproses, gas alam yang bersih ditransmisikan ke titik-titik penggunaan melalui jaringan pipa, yang jauhnya dapat mencapai ribuan kilometer. Gas alam yang dikirim melalui pipa tersebut merupakan gas alam dalam bentuk yang murni karena hampir seluruhnya adalah metan (CH4).
Gas alam yang dikirim tersebut merupa-kan ‘dry gas’ atau ‘gas kering’. Metan adalah molekul yang dibentuk oleh satu atom karbon dan empat atom hidrogen sebagai CH4. Gas metan mudah terbakar dimana secara kimia terjadi reaksi antara metan dan oksigen yang hasilnya berupa karbon di-oksida (CO2), air (H2O) ditambah sejumlah besar energi, sebagaimana persamaan berikut :
CH4[g] + 2 O2[g] CO2[g] + 2 H2O[50] + 891 kJ
Gas alam dapat diukur dalam sejumlah cara. Sebagai gas, ia dapat diukur melalui volume pada temperatur dan tekanan nor-mal, dinyatakan dalam cubic feet (CF), yang umumnya dipakai dalam ribuan cubic feet (MCF), jutaan cubic feet (MMCF), atau triliun cubic feet (TCF). Gas alam juga sering diukur dan dinyatakan dalam British thermal unit (BTU). Satu BTU adalah sejumlah gas alam yang akan menghasilkan energi yang cukup untuk memanaskan satu pound air dengan satu derajat pada tekanan normal. Satu cubic feet gas alam mengan-dung sekitar 1,027 BTU. Gas alam yang dikirim melalui pipa di USA, diukur dalam satuan ‘therms’ untuk penggunaan pemba-yaran. Satu ’therm’ adalah ekivalen dengan 100.000 BTU, atau sekitar 97 SCF gas alam.
Apabila kita lihat pertumbuhan konsumsi gas alam dunia dalam 20 (dua puluh) tahun ke depan berdasarkan data dan proyeksi dari Energy Information Administration (USA) dalam International Energy Outlook tahun 2002, maka proyeksi konsumsi gas alam dunia akan mencapai 162 trilliun cubic feet (TCF) pada tahun 2020. Jumlah ini merupakan 2 (dua) kali konsumsi pada tahun 1999 yang sebesar 84 TCF. Kalau pada tahun 1999 pangsa pasar gas alam dibandingkan sumber energi lain adalah 23%, maka pada tahun 2020 diproyeksikan akan naik menjadi 28%.
Berdasarkan data dari Natural Gas Fundamentals, Institut Francais Du Petrole pada tahun 2002, cadangan terbukti (proved reserves) gas alam dunia ada sekitar 157.703 109 m3 atau 142 Gtoe (1000 m3 = 0,9 toe). Jumlah cadangan ini jika dengan tingkat konsumsi sekarang akan dapat bertahan sampai lebih dari 60 tahun. Apabila kita bandingkan dengan cadangan minyak dunia, maka berdasarkan tingkat konsumsi sekarang, minyak bumi hanya akan dapat bertahan sampai 40 tahun ke depan saja. Namun demikian, penemuan baru cadangan gas alam umumnya lebih cepat daripada tingkat konsumsinya. Pada tahun 1970, cadangan terbukti gas alam dunia hanya sekitar 35 Gtoe. Dengan asumsi konsumsi sebesar 47 Gtoe, berarti selama 30 tahun terakhir tambahan cadangan gas alam adalah sebesar 154 Gtoe.
Dengan menggunakan metode estimasi yang konvensional, total sumber gas alam dunia dapat mencapai 450 gtoe, sedangkan apabila estimasi berdasarkan unconventional yang tingkat ketidakpastiannya lebih tinggi maka sumber gas alam dapat mencapai 650 gtoe. Cadangan gas alam tersebar di seluruh benua, dengan cadangan terbukti (proved reserves) terbesar berada pada negara-negara pecahan Uni Soviet dan Timur Tengah.
Munculnya beberapa semburan gas di sawah dan pemukiman penduduk saat ini telah berdampak meningkatnya kekhawatiran masyarakat setempat karena trauma dengan kejadian semburan gas gunung lumpur panas Lapindo, Porong. Padahal, kejadian semburan gas ini (lazim disebut gas rawa) merupakan fenomena geologi yang umum di kawasan bekas sungai atau rawa purba.
Dengan demikian, mengingat potensi energi dari minyak bumi di Indonesi diperkirakan mencapai 86,90 milyar barel, hampir 70% diantaranya terdapat di lepas pantai. Cadangan minyak bumi terbukti sampai tahun 2002 hanya mencapai 5 milyar barel (1 barrel setara dengan 159 liter). Jika produksi atau eksploitasi minyak bumi 500.000 barel/hari maka diperkirakan cadangan ini akan habis dalam waktu 10 tahun lagi. Menurut perkiraan, masih ada sekitar 5,024 milyar barel lagi sebagai cadangan potensial, namun belum terbukti karena belum dieksplorasi.
Cadangan gas bumi diperkirakan mencapai 384,70 Trilyun kaki kubik (TSCF), sebahagian besar juga terdapat di lepas pantai, tetapi yang baru terbukti hanya mencapai 90,30 TSCF. Jika eksploitasi gas bumi ini sekitar 3 TSCF pertahun, maka cadangan ini akan habis dalam waktu 61-62 tahun lagi (DESDM, 2006). Sebenarnya cadangan gas bumi yang masih tersedia berupa cadangan potensial mencapai 86,29 TSCF.
Prospek untuk pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber-sumber migas baru melalui eksplorasi dan eksploitasi cekungan-cekungan migas lepas pantai yang berpotensi ekonomis, seperti di perairan Natuna, Cekungan Kutai, Spermonde Ridge di Laut Makasar, dsb. masih memungkinkan karena telah tersediannya teknologi eksploitasi migas di laut dalam.
Kenaikan harga minyak mentah dunia jenis light sweet telah membawa dua konsekuensi penting yaitu:
- pertama, secara signifikan akan menaikan Pendapatan Asli Daerah bagi Daerah penghasil, dan
- kedua, sebaliknya akan semakin tingginya beban susbsidi BBM yang akan mencapai Rp 150 Triliun per tahun jika harga BBM di dalam negeri tidak disesuaikan.
Skenario cadangan nasional migas telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dengan ditemukannya cadangan baru atau digenjotnya produksi migas maka skenario pesimis bahwa cadangan migas nasional akan habis dalam waktu dekat akan secara otomatis bertambah lagi. Jika tidak ditemukan cadangan baru migas maka skenario cadangan migas sebelum tahun 2003 adalah 11 tahun. Namun dengan kebijakan penurunan produksi mulai tahun 2004 yaitu < 1 juta barrel/hari maka cadangan nasional naik menjadi 18 tahun. Sejak ditemukannya cadangan migas baru di Cepu (produksi sekitar 200.000 barrel/hari) maka cadangan nasional naik lagi menjadi 23 tahun. Cadangan gas sampai tahun 2006 ini masih tetap optimis mencapai 61-62 tahun, bahkan memerlihatkan kecenderungan makin menaik dengan ditemukannya cadangan-cadangan baru terutama di cekungan lepas pantai. Walaupun demikian, dengan semakin melonjaknya harga minyak dunia maka perlu upaya-upaya untuk mencari alternatif penggunaan energi lain yang lebih ekonomis.
Hal inilah yang mendorong prakarsa untuk segera mengambil langkah-langkah strategi guna mengatasi semakin membengkaknya subsidi pemerintah yang tentu saja akan berdampak negatip terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu langkah strategi yang nampaknya memberikan prospek meningkatkan produksi migas adalah melalui pemanfaatan potensi-potensi cadangan migas di daerah frontier sebagai sumber-sumber baru atau menggalakkan penggunaan energi mix melalui diversifikasi pemanfaatan sumber daya energi alternatif.
Munculnya beberapa semburan gas liar (lebih tepat disebut rembesan gas rawa) di persawahan penduduk seperti di Pamekasan, Porong, Indramayu, Banyuasin, Banjarnegara, Sragen, Mojokerto dan berbagai tempat lainnya sebenarnya merupakan fenomena geologi yang umum. Gas yang muncul merupakan gas methan (CH4) yang merembes dari kantong-kantong atau poket-poket gas biogenik yang terbentuk dari bekas rawa-rawa atau sungai purba. Hasil penelitian yang dilakukan PPPGL sejak tahun 1990-an telah menemukan sumber-sumber gas biogenik yang cukup signifikan dan terperangkap pada lapisan sedimen laut dangkal Holocene (berumur <10.000 tahun yang lalu). Sumber gas biogenik ini berasal dari lapisan endapan yang mengandung fragmen organik yang berlimpah. Hasil analisa laboratorium menggunakan Gas Chromatograph (GC) menunjukkan bahwa kandungan gas biogenik ini mengandung lebih dari 95% gas methan, sekitar 2% gas CO2 dan Nitrogen (N). Kadang-kadang ditemukan pula gas H2S namun dalam jumlah yang relatif kecil sekali (< 0,1%). Pada umumnya, gas biogenik yang ditemukan pada sumur-sumur penduduk di kawasan pesisir ataupun dari lubang bor dangkal memperliharkan bahwa tekanan gas ini relatif rendah (2-3 Kg/m2) dan merupakan aliran rembesan gas melalui pori-pori atau rekahan tanah.
Gas biogenik yang merembes ke permukaan ini adalah gas yang murni berasal dari alam sehingga secara langsung tidak berbahaya bagi mahluk hidup, namun dalam kandungan yang pekat (dalam ruang tertutup) akan mudah terbakar walaupun tidak bersifat eksplosif. Kemunculan gas biogenik pada sawah, rawa ataupun tambak tidak secara langsung mempengaruhi kualitas air, karena gas methan tidak bereaksi dengan air. Di Selat Madura banyak dijumpai rembesan gas biogenik berupa gelembung-gelembung yang keluar dari dasar laut, namun tidak memberikan dampak yang berarti bagi kehidupan biota bawah laut.
Adapun, gas biogenik tersebut merupakan gas methan (CH4) yang memang sudah sangat akrab dengan kehidupan manusia karena sangat umum ditemukan di mana saja di permukaan bumi ini. Gas ini dapat terbentuk dari tiga proses utama yaitu:
1. Fermentasi bakteri anaerobik pada sampah, kotoran ternak atau sejenisnya. Gas yang dihasilkan proses ini disebut biogas methan atau gas biomasa.
2. Fermentasi bakteri asetat pada lapisan sedimen yang kaya zat organik (gas charged sediment) secara kimiawi: CH3COOH CH4 + CO2.
3. Proses reduksi CO2 oleh bakteri dari batuan volkanik atau magmatik alami secara kimiawi: CO2 + 2 H2O CH4.
Selain itu, gas methan juga dapat berasal dari proses spontan pada lapisan batubara yang disebut coal bed methane (CBM) yang dikenal sebagai methan B, atau rembesan dari lapisan hidrokarbon pada perangkap migas yang over mature yang disebut gas methan petrogenik/termogenik. Untuk membedakan origin atau asal dari gas methan tersebut dapat dikenali dari analisa paremeter methan δ 13C atau δD.
Gas methan merupakan gas hidrokarbon yang mudah terbakar, memiliki rantai carbon terpendek (C1) sehingga merupakan gas yang paling ringan, yaitu sekitar 0,7 lebih ringan dari udara, sehingga jika tersebar diudara akan langsung menguap naik ke atmosfir. Namun demikian, jika digunakan sebagai sumber energi termasuk jenis bahan bakar yang ramah lingkungan, karena hasil pembakarannya mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan jenis bahan bakar hidrokarbon lainnya.
Kemunculan gas biogenik ke permukaan sering dijumpai di rawa atau sawah, sehingga disebut gas sawah atau gas rawa. Gas ini umumnya tidak berbau, mudah terbakar, bertekanan rendah, dan muncul sebagai rembesan gas pada daerah yang cukup luas. Akumulasi gas ini di bawah permukaan terperangkap pada kantong-kantong atau poket gas sehingga akumulasinya tidak melampar luas seperti pada cekungan gas alam lainnya.
Pemanfaatan gas biogenik untuk tujuan komersial memang masih memerlukan kajian yang lebih mendalam terutama dalam menentukan potensi cadangan serta proses pemanfaatannya. Namun demikian dengan telah diproduksinya jenis generator yang secara khusus dirancang menggunakan bahan bakar methan oleh China (generator 500 KVA CC500MG), dan Australia (Electrum AS3010 methane gas powered generator) telah memungkinkan pemanfaatan gas biogenik ini untuk dikonversikan secara ekonomis menjadi tenaga listrik skala kecil, terutama bagi masyarakat di kawasan terpencil yang jauh dari jangkauan jaringan listrik PLN. Selain itu, beberapa peralatan lainnya yang telah diproduksi mengunakan bahan bakar gas biogenik adalah water heater dan methane boiler.
Namun demikian, keberadaan poket gas biogenik ini juga pernah membawa musibah pada pemboran migas lepas pantai. Pada tahun 1991, perusahaan minyak Korea Kodeco terpaksa memotong salah satu kaki rig pemboran di Selat Madura karena ambles saat menyentuh dasar laut yang mengandung gas biogenik. Akhirnya salah satu kaki rig terpaksa dipotong agar rig tidak bertambah miring dan tenggelam.
Satu hal penting jika ditemukan kemunculan rembesan gas biogenik yang ekstrim adalah perlunya kajian tentang adanya kemungkinan tekanan tambahan sebagai pemicu naiknya tekanan gas. Banyak dijumpai bahwa rembesan/semburan gas biogenik ini terjadi di sekitar sumur-sumur pemboran migas. Ada dugaan bahwa tidak sempurnanya sistem casing lubang bor mengakibatkan bocornya tekanan yang selanjutnya memicu gas biogenik ini naik ke permukaan. Dugaan lain menyebutkan bahwa memang struktur tanah permukaan di sekitar lubang bor biasanya merupakan daerah yang lebih lemah akibat getaran eksplorasi atau kegiatan seismik sebelumnya, sehingga gas biogenik ini terpicu menerobos dan merembes ke permukaan melalui rekahan-rekahan atau daerah lemah. Untuk memastikan suatu rembesan gas biogenik ini murni sebagai gejala geologi atau bercampur dengan gas dari aktifitas pemboran migas, biasanya dilakukan uji analisa isotop carbon. Jika kandungan gas methan biogenik ini antara -90<δ13C<-45 maka termasuk sebagai gas rawa murni, tetapi jika δ13C>-45 maka termasuk gas methan petrogenik yang berasal dari rembesan reservoir migas. Jika gas biogenik ini bercampur dengan gas petrogenik maka rembesan gas mempunyai tekanan yang relatif tinggi dan rembesan gas disertai dengan keluarnya lumpur dari lapisan formasi yang berumur lebih tua (pra-Quarter).
Demikian pula, jika pada analisa kandungan gas hidrokarbon ini dijumpai kandungan C3 (propan) atau C4 (butan) maka kemungkinan telah tercampur dengan gas-gas yang lebih matang (over mature) dari rembesan sistem petroleum.
Fase akhir dari rembesan gas biogenik biasanya membawa konsekuensi lain yaitu kemungkinan terjadinya penurunan tanah (subsidensi) namun dalam skala kecil, seperti yang terjadi di beberapan wilayah pesisir di utara Jawa.
Gas biogenik yang terdapat di bumi ini hampir mencapai 20% dari seluruh sumber gas alam, namun keterdapatannya menyebar pada kantong-kantong gas kecil dengan berbagai ukuran dan pada kedalaman yang bervariasi. Di China gas biogenik telah dieksploitasi dan dimanfatkan sebagai energi pembangkit listrik mikro dan industri kecil di muara sungai Yangtze (Qilun, 1995). Umumnya, dari satu sumur gas di kawasan ini dapat dieksploitasi 5.000 m3 gas per hari dengan tekanan maksimum 6,1 Kg/cm2. Pemanfaatan pada skala yang lebih besar, dilakukan dengan cara inter-koneksi beberapa sumur bor dangkal yang dialirkan pada tabung penampung yang dilengkapi valve (kran). Untuk memperoleh tekanan sekitar 80 Kg/m2 diperlukan paling sedikit tigapuluh lubang bor. Dengan demikian, maka gas biogenik ini dapat dialirkan tanpa pompa sejauh 1000 meter dari sumbernya.
Di Indonesia gas biogenik ini sudah mulai dimanfaatkan secara sederhana sebagai bahan bakar langsung untuk rumah tangga dan penerangan jalan. Di Desa Mayasari, Pamekasan, Madura telah digunakan untuk kompor pengering makanan dan lampu (flare) penerangan jalan desa. Demikian halnya di Ngrampal, Sragen juga telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar rumah tangga. Beberapa tempat lainnya yang dilaporkan mempunyai semburan gas dangkal adalah di Desa Mindi Porong, Desa Dukuh Jeruk Indramayu, Muarakakap Kalbar, serta beberapa daerah lainnya, namun belum dilakukan eksplorasi rinci tentang potensi cadangan gasnya.
Hasil penelitian gas biogenik di laut dangkal yang dilakukan oleh Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL), Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral di sepanjang pantai utara Jawa memperlihatkan indikasi gas biogenik yang cukup menjanjikan. Pemetaan geologi kelautan sistematik di wilayah perairan Laut Jawa dan Selat Madura yang dilakukan oleh PPPGL tahun 2004 menggunakan seismik resolusi tinggi memperlihatkan indikasi potensi sumber gas biogenik yang terperangkap pada sedimen Holocene. Hasil pemboran laut dangkal pada kedalaman sekitar 20 m dari dasar laut di kawasan itu juga ditemukan adanya sedimen berwarna gelap yang diduga sebagai sumber gas yang kaya akan organic matter. Lapisan pembawa gas di laut Jawa dan selat Madura umumnya ditemukan pada kedalaman antara 20-50 m di bawah dasar laut.
Pada kedalaman ini ditemukan jenis methanobacterial jenis M. uliginosum dengan rata2 total 2000 cell/gram yang dikenal sebagai bakteri pembentuk gas methan.Hasil analisa komposisi gas yang dari beberapa pemboran dangkal menunjukkan kandungan gas methan sebesar 2976,6 ppm. Berdasarkan indikator jenis koefisien methan δ13C memperlihatkan kisaran antara –84‰ s/d –66‰. Menurut Claypool and Kaplan (1974), kisaran koefisien ini membuktikan bahwa gas yang terkandung pada lapisan sedimen pembawa gas termasuk gas biogenik, bukan petrogenik/termogenik yang berasal dari rembesan perangkap hidrokarbon.
Pemetaan secara horizontal menunjukkan bahwa hampir seluruh kawasan perairan dangkal terutama di muara sungai-sungai purba ditemukan indikasi sedimen mengandung gas (gas charged sediment) yang diduga merupakan akumulasi gas biogenik yang berasal dari maturasi tumbuhan rawa purba yang tertimbun sedimen Resen. Gas biogenik ini umumnya didominasi oleh gas methan (CH4) yang dikenal sebagai salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
Utilisasi sumber daya energi gas biogenik atau gas rawa yang terdapat di perairan dangkal dan kawasan pesisir, merupakan salah satu sumber energi baru alternatif masyarakat pesisir. Selain itu, gas biogenik termasuk salah satu sumber energi alternatif yang sangat murah, bersih lingkungan dan mudah dikelola sehingga cocok untuk dikembangkan bagi masyarakat di kawasan terpencil.
Hasil pemetaan PPPGL sejak tahun 1990-an, memperlihatkan bahwa di sepanjang kawasan perairan pantai utara Jawa, pantai selatan Kalimantan, pantai timur Kalimantan, dan pantai barat Sumatera merupakan kawasan yang potensial sebagai sumber gas biogenik ini karena memiliki sejarah geologi pembentukan sedimen sungai dan rawa purba yang mirip dengan terbentuknya gas biogenik di muara sungai Hangzhou dan Yangtze. Di China, gas biogenik ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai bahan bakar rumah tangga dan industri kecil. Namun demikian, masih belum diperoleh perkiraan harga komersialnya, karena umumnya infra struktur pemboran dan pipanisasi gas ini secara langsung ditanggung oleh pemerintah China. Di Pamekasan, gas biogenik ini dimanfaatkan sebagai lampu penerangan jalan desa dan tungku rumah tangga.
Melonjaknya harga minyak mentah dunia pada tahun-tahun mendatang, membawa konsekuensi penyesuaian atau kenaikan harga BBM dalam negeri, padahal tingkat kemampuan masyarakat terutama di pesisir masih sangat rendah. Oleh sebab itulah, potensi gas biogenik ini cukup rasional diunggulkan sebagai bahan bakar murah pengganti BBM yang selama ini memperoleh susbsidi pemerintah.
Dengan diproduksinya generator listrik skala kecil oleh China dan Australia yang langsung menggunakan bahan bakar methan, maka membuka peluang untuk memanfaatkan gas biogenik untuk dikonversikan menjadi energi listrik. Diperkirakan dari satu lubang bor gas biogenik dengan tekanan 3 Kg/m2 dan kandungan >95% methan, akan menghasilkan 0,5 KW/jam, cukup untuk konsumsi 2-3 rumah tangga di kawasan pedesaan. Walaupun sampai saat ini gas biogenik hanya dimanfaatkan secara setempat (insitu), tidak menutup kemungkinan dapat dikemas pada tabung bertekanan agar mudah ditransportasi. Dengan demikian, jika potensinya cukup signifikan maka dapat diusahakan secara lebih ekonomis pada masa yang akan datang.
Hal lain yang akan muncul sebagai multi efek dari pemanfaatan gas biogenik ini adalah perubahan pandangan masyarakat bahwa gas biogenik yang asalnya dianggap sebagai gas beracun dan berbahaya, akan berubah menjadi berkah jika dapat dikelola dan dimanfaatkan sebagai sumber energi baru yang murah dan ramah lingkungan, sehingga lambat laun akan menghilangkan ketergantungan energi BBM bagi masyarakat di kawasan pesisir yang terpencil.
Sehingga prospek pemanfaatan dan pengelolaan hidrokarbon sebagai sumber energi, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
- Eksplorasi dan pengembangan suatu proses yang mampu mereduksi kebergantungan pada sumber hidrokarbon fosil adalah merupakan suatu langkah untuk merealisasikan karena hampir 90 % dari jumlah senyawa hidrokarbon hasil proses penyulingan minyak mentah baik berupa BBM gasoline, diesel maupun minyak tanah, digunakan sebagai bahan bakar energi untuk mendukung sektor transportasi, industri maupun aktivitas rumah tangga.
- Pengembangan produk biodiesel juga patut dipertimbangkan sebagai alternatif sebagai bahan bakar dikarenakan biodiesel tersebut mengandung oksigen yang membuat pembakaran lebih sempurna dan lebih ramah lingkungan karena asap buangnya tidak hitam.
- Apabila kita bandingkan dengan cadangan minyak dunia, maka berdasarkan tingkat konsumsi sekarang, minyak bumi hanya akan dapat bertahan sampai 40 tahun ke depan saja. Namun demikian, penemuan baru cadangan gas alam umumnya lebih cepat daripada tingkat konsumsinya.
- Indikasi berlimpahnya cadangan gas biogenik di perairan dangkal merupakan sumber daya energi baru/alternatif yang cukup potensial bagi masyarakat pesisir terutama jika penyesuaian harga BBM di dalam negeri telah mencapai harga yang rasional. Utilisasi gas biogenik ini dapat dimanfaatakan untuk generator listrik skala mikro, kebutuhan energi industri kecil, atau dimanfaatkan langsung sebagai bahan bakar gas rumah tangga.
- Ditinjau dari konsepsi strategi pemerataan energi nasional, pengelolaan dan pemanfaatan gas biogenik di kawasan pesisir dan laut dangkal cukup logis jika dijadikan tumpuan dalam pembangunan ekonomi masyarakat kawasan pantai terpencil di masa yang akan datang.
Dunia sekarang ini berada dalam masalah krisis energi. Krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang melanda dunia akibat dari tingginya harga minyak dunia dan menipisnya cadangan minyak bumi memaksa seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia untuk mengambil langkah dalam mengatasi hal tersebut. Eksplorasi dan pengembangan suatu proses yang mampu mereduksi kebergantungan pada sumber hidrokarbon fosil adalah merupakan suatu langkah untuk merealisasikan karena hampir 90 % dari jumlah senyawa hidrokarbon hasil proses penyulingan minyak mentah baik berupa BBM gasoline, diesel maupun minyak tanah, digunakan sebagai bahan bakar energi untuk mendukung sektor transportasi, industri maupun aktivitas rumah tangga. Mengingat energi bahan bakar yang dilepaskan seiring dengan terlepasnya gas CO2, maka kebergantungan yang terus menerus pada sumber energi minyak bumi tersebut jelas menimbulkan semakin tingginya skala permasalahan yakni menaiknya kadar CO2 yang tak terkendali di dalam atmosfir bumi sehingga menimbulkan pemanasan global. Disisi lain, isu tentang semakin menipisnya cadangan minyak bumi dunia, maka semakin menuntut suatu taktik dan strategi atas sumber utama hidrokarbon tersebut secara hemat dan efisien. Mempertimbangkan juga bahwa proses pem-bentukannya dalam ukuran geological time frame memerlukan ribuan tahun, sumber energi fosil tersebut disebut sebagai sumber yang tak dapat diperbaharui.
Salah satu langkah mengatasi masalah krisis energi tersebut adalah dengan memanfaatkan sampah atau limbah sebagai sumber energi. Secara khusus, sampah yang dapat digunakan sebagai sumber energi adalah minyak jelantah yang diolah menjadi biodiesel. Hal tersebut dipaparkan oleh Joko Sriyanto selaku peneliti dari UGM, dalam seminar nasional “Pengolahan Sampah Sebagai Sumber Energi Alternatif” yang dilaksanakan Senin (7/7) di ruang sidang A.R. Fakhrudin Lantai V Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Menurut Joko, krisis energi, terutama BBM di Indonesia antara lain disebabkan oleh penurunan produksi minyak Indonesia, pertumbuhan konsumsi energi dalam negeri yang mencapai 10%/tahun, meningkatnya kegiatan industri, dan kecenderungan harga minyak dunia yang terus meningkat. proses ekstraksi (pengeboran) minyak bumi yang tidak dibarengi oleh eksplorasi (pencarian ladang minyak bumi baru) menjadikan kapasitas produksi minyak mentah Indonesia menurun. Di satu sisi, pertumbuhan konsumsi BBM terus meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan jumlah penduduk, semakin membaiknya standar hidup masyarakat, meningkatnya kegiatan industri, serta meningkatnya kebutuhan BBM pada sektor transportasi menjadikan cadangan minyak semakin menipis. Untuk itulah, perlu adanya strategi penyediaan energi seperti bahan bakar alternatif dalam mengatasi hal tersebut.
Dari hasil buah pikir lainnya, didapatkan biodiesel yang merupakan bahan bakar cair yang diproses dari lemak hewan atau minyak nabati. Pengembangan produk biodiesel juga patut dipertimbangkan sebagai alternatif sebagai bahan bakar dikarenakan biodiesel tersebut mengandung oksigen yang membuat pembakaran lebih sempurna dan lebih ramah lingkungan karena asap buangnya tidak hitam. Selain itu, biodiesel juga memiliki sifat biodegradable (dapat terurai), yang merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui dan produksi gas hasil pembakarannya, yakni CO2 dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan. Joko mengungkapkan, berdasar penelitian Yukawa dalam K’hungkung (2004), pemanfaatan biodiesel dari minyak jelantah dapat mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor. Biodiesel menghasilkan tingkat emisi hidrokarbon yang lebih kecil, sekitar 30% dibanding dengan solar, emisi CO juga lebih rendah (18%), emisi particulate molecule lebih rendah (17%), sehingga secara keseluruhan tingkat emisi biodiesel lebih rendah dibanding solar yang hasilnya lebih ramah lingkungan. Ditinjau dari segi ekonomi, pemanfaatan minyak jelantah sebagai biodiesel juga lebih menguntungkan karena untuk menghasilkan satu liter biodiesel hanya dibutuhkan biaya produksi sebesar Rp 1.812,90.
Akhirnya, menyadari bahwa minyak jelantah mempunyai keuntungan baik secara ekologis maupun ekonomis, penelitian dan pengembangan biodiesel dari minyak jelantah perlu dilakukan secara simultan agar hal ini dapat lebih diterima oleh masyarakat.
Selain itu, dewasa ini gas alam telah menjadi sumber energi alternatif yang banyak digunakan oleh masyarakat dunia untuk berbagai keperluan, baik untuk perumahan, komersial maupun industri. Dari tahun ke tahun penggunaan gas alam selalu meningkat. Hal ini karena banyaknya keuntungan yang didapat dari penggunaan gas alam dibanding dengan sumber energi lain. Energi yang dihasilkan gas alam lebih efisien. Tidak seperti halnya dengan minyak bumi dan batu bara, penggunaannya jauh lebih bersih dan sangat ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Disamping itu, gas alam juga mempunyai beberapa keunggulan lain, seperti tidak berwarna, tidak berbau, tidak korosif dan tidak beracun.
Gas alam seperti juga minyak bumi merupakan senyawa hidrokarbon (Cn H2n+2) yang terdiri dari campuran beberapa macam gas hidrokarbon yang mudah terbakar dan non-hidrokarbon seperti N2, CO2 dan H2S. Umumnya gas yang terbentuk sebagian besar dari metan CH4, dan dapat juga termasuk etan C2H6 dan propan C3H8. Komposisi gas alam bervariasi, tetapi umumnya tipikal gas alam (sebelum dilakukan pemrosesan) adalah seperti pada tabel di bawah ini.
Gas alam yang didapat dari dalam sumur di bawah bumi, biasanya bergabung dengan minyak bumi. Gas ini disebut sebagai gas associated. Ada juga sumur yang khusus menghasilkan gas, sehingga gas yang dihasilkan disebut gas non associated. Sekali dibawa ke atas permukaan bumi, terhadap gas dila-kukan pemisahan untuk menghilang-kan impurities seperti air, gas-gas lain, pasir dan senyawa lainnya. Beberapa gas hidrokarbon seperti propan (C3H8) dan butan (C4H10) dipisahkan dan dijual secara terpisah. Setelah diproses, gas alam yang bersih ditransmisikan ke titik-titik penggunaan melalui jaringan pipa, yang jauhnya dapat mencapai ribuan kilometer. Gas alam yang dikirim melalui pipa tersebut merupakan gas alam dalam bentuk yang murni karena hampir seluruhnya adalah metan (CH4).
Gas alam yang dikirim tersebut merupa-kan ‘dry gas’ atau ‘gas kering’. Metan adalah molekul yang dibentuk oleh satu atom karbon dan empat atom hidrogen sebagai CH4. Gas metan mudah terbakar dimana secara kimia terjadi reaksi antara metan dan oksigen yang hasilnya berupa karbon di-oksida (CO2), air (H2O) ditambah sejumlah besar energi, sebagaimana persamaan berikut :
CH4[g] + 2 O2[g] CO2[g] + 2 H2O[50] + 891 kJ
Gas alam dapat diukur dalam sejumlah cara. Sebagai gas, ia dapat diukur melalui volume pada temperatur dan tekanan nor-mal, dinyatakan dalam cubic feet (CF), yang umumnya dipakai dalam ribuan cubic feet (MCF), jutaan cubic feet (MMCF), atau triliun cubic feet (TCF). Gas alam juga sering diukur dan dinyatakan dalam British thermal unit (BTU). Satu BTU adalah sejumlah gas alam yang akan menghasilkan energi yang cukup untuk memanaskan satu pound air dengan satu derajat pada tekanan normal. Satu cubic feet gas alam mengan-dung sekitar 1,027 BTU. Gas alam yang dikirim melalui pipa di USA, diukur dalam satuan ‘therms’ untuk penggunaan pemba-yaran. Satu ’therm’ adalah ekivalen dengan 100.000 BTU, atau sekitar 97 SCF gas alam.
Apabila kita lihat pertumbuhan konsumsi gas alam dunia dalam 20 (dua puluh) tahun ke depan berdasarkan data dan proyeksi dari Energy Information Administration (USA) dalam International Energy Outlook tahun 2002, maka proyeksi konsumsi gas alam dunia akan mencapai 162 trilliun cubic feet (TCF) pada tahun 2020. Jumlah ini merupakan 2 (dua) kali konsumsi pada tahun 1999 yang sebesar 84 TCF. Kalau pada tahun 1999 pangsa pasar gas alam dibandingkan sumber energi lain adalah 23%, maka pada tahun 2020 diproyeksikan akan naik menjadi 28%.
Berdasarkan data dari Natural Gas Fundamentals, Institut Francais Du Petrole pada tahun 2002, cadangan terbukti (proved reserves) gas alam dunia ada sekitar 157.703 109 m3 atau 142 Gtoe (1000 m3 = 0,9 toe). Jumlah cadangan ini jika dengan tingkat konsumsi sekarang akan dapat bertahan sampai lebih dari 60 tahun. Apabila kita bandingkan dengan cadangan minyak dunia, maka berdasarkan tingkat konsumsi sekarang, minyak bumi hanya akan dapat bertahan sampai 40 tahun ke depan saja. Namun demikian, penemuan baru cadangan gas alam umumnya lebih cepat daripada tingkat konsumsinya. Pada tahun 1970, cadangan terbukti gas alam dunia hanya sekitar 35 Gtoe. Dengan asumsi konsumsi sebesar 47 Gtoe, berarti selama 30 tahun terakhir tambahan cadangan gas alam adalah sebesar 154 Gtoe.
Dengan menggunakan metode estimasi yang konvensional, total sumber gas alam dunia dapat mencapai 450 gtoe, sedangkan apabila estimasi berdasarkan unconventional yang tingkat ketidakpastiannya lebih tinggi maka sumber gas alam dapat mencapai 650 gtoe. Cadangan gas alam tersebar di seluruh benua, dengan cadangan terbukti (proved reserves) terbesar berada pada negara-negara pecahan Uni Soviet dan Timur Tengah.
Munculnya beberapa semburan gas di sawah dan pemukiman penduduk saat ini telah berdampak meningkatnya kekhawatiran masyarakat setempat karena trauma dengan kejadian semburan gas gunung lumpur panas Lapindo, Porong. Padahal, kejadian semburan gas ini (lazim disebut gas rawa) merupakan fenomena geologi yang umum di kawasan bekas sungai atau rawa purba.
Dengan demikian, mengingat potensi energi dari minyak bumi di Indonesi diperkirakan mencapai 86,90 milyar barel, hampir 70% diantaranya terdapat di lepas pantai. Cadangan minyak bumi terbukti sampai tahun 2002 hanya mencapai 5 milyar barel (1 barrel setara dengan 159 liter). Jika produksi atau eksploitasi minyak bumi 500.000 barel/hari maka diperkirakan cadangan ini akan habis dalam waktu 10 tahun lagi. Menurut perkiraan, masih ada sekitar 5,024 milyar barel lagi sebagai cadangan potensial, namun belum terbukti karena belum dieksplorasi.
Cadangan gas bumi diperkirakan mencapai 384,70 Trilyun kaki kubik (TSCF), sebahagian besar juga terdapat di lepas pantai, tetapi yang baru terbukti hanya mencapai 90,30 TSCF. Jika eksploitasi gas bumi ini sekitar 3 TSCF pertahun, maka cadangan ini akan habis dalam waktu 61-62 tahun lagi (DESDM, 2006). Sebenarnya cadangan gas bumi yang masih tersedia berupa cadangan potensial mencapai 86,29 TSCF.
Prospek untuk pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber-sumber migas baru melalui eksplorasi dan eksploitasi cekungan-cekungan migas lepas pantai yang berpotensi ekonomis, seperti di perairan Natuna, Cekungan Kutai, Spermonde Ridge di Laut Makasar, dsb. masih memungkinkan karena telah tersediannya teknologi eksploitasi migas di laut dalam.
Kenaikan harga minyak mentah dunia jenis light sweet telah membawa dua konsekuensi penting yaitu:
- pertama, secara signifikan akan menaikan Pendapatan Asli Daerah bagi Daerah penghasil, dan
- kedua, sebaliknya akan semakin tingginya beban susbsidi BBM yang akan mencapai Rp 150 Triliun per tahun jika harga BBM di dalam negeri tidak disesuaikan.
Skenario cadangan nasional migas telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dengan ditemukannya cadangan baru atau digenjotnya produksi migas maka skenario pesimis bahwa cadangan migas nasional akan habis dalam waktu dekat akan secara otomatis bertambah lagi. Jika tidak ditemukan cadangan baru migas maka skenario cadangan migas sebelum tahun 2003 adalah 11 tahun. Namun dengan kebijakan penurunan produksi mulai tahun 2004 yaitu < 1 juta barrel/hari maka cadangan nasional naik menjadi 18 tahun. Sejak ditemukannya cadangan migas baru di Cepu (produksi sekitar 200.000 barrel/hari) maka cadangan nasional naik lagi menjadi 23 tahun. Cadangan gas sampai tahun 2006 ini masih tetap optimis mencapai 61-62 tahun, bahkan memerlihatkan kecenderungan makin menaik dengan ditemukannya cadangan-cadangan baru terutama di cekungan lepas pantai. Walaupun demikian, dengan semakin melonjaknya harga minyak dunia maka perlu upaya-upaya untuk mencari alternatif penggunaan energi lain yang lebih ekonomis.
Hal inilah yang mendorong prakarsa untuk segera mengambil langkah-langkah strategi guna mengatasi semakin membengkaknya subsidi pemerintah yang tentu saja akan berdampak negatip terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu langkah strategi yang nampaknya memberikan prospek meningkatkan produksi migas adalah melalui pemanfaatan potensi-potensi cadangan migas di daerah frontier sebagai sumber-sumber baru atau menggalakkan penggunaan energi mix melalui diversifikasi pemanfaatan sumber daya energi alternatif.
Munculnya beberapa semburan gas liar (lebih tepat disebut rembesan gas rawa) di persawahan penduduk seperti di Pamekasan, Porong, Indramayu, Banyuasin, Banjarnegara, Sragen, Mojokerto dan berbagai tempat lainnya sebenarnya merupakan fenomena geologi yang umum. Gas yang muncul merupakan gas methan (CH4) yang merembes dari kantong-kantong atau poket-poket gas biogenik yang terbentuk dari bekas rawa-rawa atau sungai purba. Hasil penelitian yang dilakukan PPPGL sejak tahun 1990-an telah menemukan sumber-sumber gas biogenik yang cukup signifikan dan terperangkap pada lapisan sedimen laut dangkal Holocene (berumur <10.000 tahun yang lalu). Sumber gas biogenik ini berasal dari lapisan endapan yang mengandung fragmen organik yang berlimpah. Hasil analisa laboratorium menggunakan Gas Chromatograph (GC) menunjukkan bahwa kandungan gas biogenik ini mengandung lebih dari 95% gas methan, sekitar 2% gas CO2 dan Nitrogen (N). Kadang-kadang ditemukan pula gas H2S namun dalam jumlah yang relatif kecil sekali (< 0,1%). Pada umumnya, gas biogenik yang ditemukan pada sumur-sumur penduduk di kawasan pesisir ataupun dari lubang bor dangkal memperliharkan bahwa tekanan gas ini relatif rendah (2-3 Kg/m2) dan merupakan aliran rembesan gas melalui pori-pori atau rekahan tanah.
Gas biogenik yang merembes ke permukaan ini adalah gas yang murni berasal dari alam sehingga secara langsung tidak berbahaya bagi mahluk hidup, namun dalam kandungan yang pekat (dalam ruang tertutup) akan mudah terbakar walaupun tidak bersifat eksplosif. Kemunculan gas biogenik pada sawah, rawa ataupun tambak tidak secara langsung mempengaruhi kualitas air, karena gas methan tidak bereaksi dengan air. Di Selat Madura banyak dijumpai rembesan gas biogenik berupa gelembung-gelembung yang keluar dari dasar laut, namun tidak memberikan dampak yang berarti bagi kehidupan biota bawah laut.
Adapun, gas biogenik tersebut merupakan gas methan (CH4) yang memang sudah sangat akrab dengan kehidupan manusia karena sangat umum ditemukan di mana saja di permukaan bumi ini. Gas ini dapat terbentuk dari tiga proses utama yaitu:
1. Fermentasi bakteri anaerobik pada sampah, kotoran ternak atau sejenisnya. Gas yang dihasilkan proses ini disebut biogas methan atau gas biomasa.
2. Fermentasi bakteri asetat pada lapisan sedimen yang kaya zat organik (gas charged sediment) secara kimiawi: CH3COOH CH4 + CO2.
3. Proses reduksi CO2 oleh bakteri dari batuan volkanik atau magmatik alami secara kimiawi: CO2 + 2 H2O CH4.
Selain itu, gas methan juga dapat berasal dari proses spontan pada lapisan batubara yang disebut coal bed methane (CBM) yang dikenal sebagai methan B, atau rembesan dari lapisan hidrokarbon pada perangkap migas yang over mature yang disebut gas methan petrogenik/termogenik. Untuk membedakan origin atau asal dari gas methan tersebut dapat dikenali dari analisa paremeter methan δ 13C atau δD.
Gas methan merupakan gas hidrokarbon yang mudah terbakar, memiliki rantai carbon terpendek (C1) sehingga merupakan gas yang paling ringan, yaitu sekitar 0,7 lebih ringan dari udara, sehingga jika tersebar diudara akan langsung menguap naik ke atmosfir. Namun demikian, jika digunakan sebagai sumber energi termasuk jenis bahan bakar yang ramah lingkungan, karena hasil pembakarannya mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan jenis bahan bakar hidrokarbon lainnya.
Kemunculan gas biogenik ke permukaan sering dijumpai di rawa atau sawah, sehingga disebut gas sawah atau gas rawa. Gas ini umumnya tidak berbau, mudah terbakar, bertekanan rendah, dan muncul sebagai rembesan gas pada daerah yang cukup luas. Akumulasi gas ini di bawah permukaan terperangkap pada kantong-kantong atau poket gas sehingga akumulasinya tidak melampar luas seperti pada cekungan gas alam lainnya.
Pemanfaatan gas biogenik untuk tujuan komersial memang masih memerlukan kajian yang lebih mendalam terutama dalam menentukan potensi cadangan serta proses pemanfaatannya. Namun demikian dengan telah diproduksinya jenis generator yang secara khusus dirancang menggunakan bahan bakar methan oleh China (generator 500 KVA CC500MG), dan Australia (Electrum AS3010 methane gas powered generator) telah memungkinkan pemanfaatan gas biogenik ini untuk dikonversikan secara ekonomis menjadi tenaga listrik skala kecil, terutama bagi masyarakat di kawasan terpencil yang jauh dari jangkauan jaringan listrik PLN. Selain itu, beberapa peralatan lainnya yang telah diproduksi mengunakan bahan bakar gas biogenik adalah water heater dan methane boiler.
Namun demikian, keberadaan poket gas biogenik ini juga pernah membawa musibah pada pemboran migas lepas pantai. Pada tahun 1991, perusahaan minyak Korea Kodeco terpaksa memotong salah satu kaki rig pemboran di Selat Madura karena ambles saat menyentuh dasar laut yang mengandung gas biogenik. Akhirnya salah satu kaki rig terpaksa dipotong agar rig tidak bertambah miring dan tenggelam.
Satu hal penting jika ditemukan kemunculan rembesan gas biogenik yang ekstrim adalah perlunya kajian tentang adanya kemungkinan tekanan tambahan sebagai pemicu naiknya tekanan gas. Banyak dijumpai bahwa rembesan/semburan gas biogenik ini terjadi di sekitar sumur-sumur pemboran migas. Ada dugaan bahwa tidak sempurnanya sistem casing lubang bor mengakibatkan bocornya tekanan yang selanjutnya memicu gas biogenik ini naik ke permukaan. Dugaan lain menyebutkan bahwa memang struktur tanah permukaan di sekitar lubang bor biasanya merupakan daerah yang lebih lemah akibat getaran eksplorasi atau kegiatan seismik sebelumnya, sehingga gas biogenik ini terpicu menerobos dan merembes ke permukaan melalui rekahan-rekahan atau daerah lemah. Untuk memastikan suatu rembesan gas biogenik ini murni sebagai gejala geologi atau bercampur dengan gas dari aktifitas pemboran migas, biasanya dilakukan uji analisa isotop carbon. Jika kandungan gas methan biogenik ini antara -90<δ13C<-45 maka termasuk sebagai gas rawa murni, tetapi jika δ13C>-45 maka termasuk gas methan petrogenik yang berasal dari rembesan reservoir migas. Jika gas biogenik ini bercampur dengan gas petrogenik maka rembesan gas mempunyai tekanan yang relatif tinggi dan rembesan gas disertai dengan keluarnya lumpur dari lapisan formasi yang berumur lebih tua (pra-Quarter).
Demikian pula, jika pada analisa kandungan gas hidrokarbon ini dijumpai kandungan C3 (propan) atau C4 (butan) maka kemungkinan telah tercampur dengan gas-gas yang lebih matang (over mature) dari rembesan sistem petroleum.
Fase akhir dari rembesan gas biogenik biasanya membawa konsekuensi lain yaitu kemungkinan terjadinya penurunan tanah (subsidensi) namun dalam skala kecil, seperti yang terjadi di beberapan wilayah pesisir di utara Jawa.
Gas biogenik yang terdapat di bumi ini hampir mencapai 20% dari seluruh sumber gas alam, namun keterdapatannya menyebar pada kantong-kantong gas kecil dengan berbagai ukuran dan pada kedalaman yang bervariasi. Di China gas biogenik telah dieksploitasi dan dimanfatkan sebagai energi pembangkit listrik mikro dan industri kecil di muara sungai Yangtze (Qilun, 1995). Umumnya, dari satu sumur gas di kawasan ini dapat dieksploitasi 5.000 m3 gas per hari dengan tekanan maksimum 6,1 Kg/cm2. Pemanfaatan pada skala yang lebih besar, dilakukan dengan cara inter-koneksi beberapa sumur bor dangkal yang dialirkan pada tabung penampung yang dilengkapi valve (kran). Untuk memperoleh tekanan sekitar 80 Kg/m2 diperlukan paling sedikit tigapuluh lubang bor. Dengan demikian, maka gas biogenik ini dapat dialirkan tanpa pompa sejauh 1000 meter dari sumbernya.
Di Indonesia gas biogenik ini sudah mulai dimanfaatkan secara sederhana sebagai bahan bakar langsung untuk rumah tangga dan penerangan jalan. Di Desa Mayasari, Pamekasan, Madura telah digunakan untuk kompor pengering makanan dan lampu (flare) penerangan jalan desa. Demikian halnya di Ngrampal, Sragen juga telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar rumah tangga. Beberapa tempat lainnya yang dilaporkan mempunyai semburan gas dangkal adalah di Desa Mindi Porong, Desa Dukuh Jeruk Indramayu, Muarakakap Kalbar, serta beberapa daerah lainnya, namun belum dilakukan eksplorasi rinci tentang potensi cadangan gasnya.
Hasil penelitian gas biogenik di laut dangkal yang dilakukan oleh Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL), Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral di sepanjang pantai utara Jawa memperlihatkan indikasi gas biogenik yang cukup menjanjikan. Pemetaan geologi kelautan sistematik di wilayah perairan Laut Jawa dan Selat Madura yang dilakukan oleh PPPGL tahun 2004 menggunakan seismik resolusi tinggi memperlihatkan indikasi potensi sumber gas biogenik yang terperangkap pada sedimen Holocene. Hasil pemboran laut dangkal pada kedalaman sekitar 20 m dari dasar laut di kawasan itu juga ditemukan adanya sedimen berwarna gelap yang diduga sebagai sumber gas yang kaya akan organic matter. Lapisan pembawa gas di laut Jawa dan selat Madura umumnya ditemukan pada kedalaman antara 20-50 m di bawah dasar laut.
Pada kedalaman ini ditemukan jenis methanobacterial jenis M. uliginosum dengan rata2 total 2000 cell/gram yang dikenal sebagai bakteri pembentuk gas methan.Hasil analisa komposisi gas yang dari beberapa pemboran dangkal menunjukkan kandungan gas methan sebesar 2976,6 ppm. Berdasarkan indikator jenis koefisien methan δ13C memperlihatkan kisaran antara –84‰ s/d –66‰. Menurut Claypool and Kaplan (1974), kisaran koefisien ini membuktikan bahwa gas yang terkandung pada lapisan sedimen pembawa gas termasuk gas biogenik, bukan petrogenik/termogenik yang berasal dari rembesan perangkap hidrokarbon.
Pemetaan secara horizontal menunjukkan bahwa hampir seluruh kawasan perairan dangkal terutama di muara sungai-sungai purba ditemukan indikasi sedimen mengandung gas (gas charged sediment) yang diduga merupakan akumulasi gas biogenik yang berasal dari maturasi tumbuhan rawa purba yang tertimbun sedimen Resen. Gas biogenik ini umumnya didominasi oleh gas methan (CH4) yang dikenal sebagai salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
Utilisasi sumber daya energi gas biogenik atau gas rawa yang terdapat di perairan dangkal dan kawasan pesisir, merupakan salah satu sumber energi baru alternatif masyarakat pesisir. Selain itu, gas biogenik termasuk salah satu sumber energi alternatif yang sangat murah, bersih lingkungan dan mudah dikelola sehingga cocok untuk dikembangkan bagi masyarakat di kawasan terpencil.
Hasil pemetaan PPPGL sejak tahun 1990-an, memperlihatkan bahwa di sepanjang kawasan perairan pantai utara Jawa, pantai selatan Kalimantan, pantai timur Kalimantan, dan pantai barat Sumatera merupakan kawasan yang potensial sebagai sumber gas biogenik ini karena memiliki sejarah geologi pembentukan sedimen sungai dan rawa purba yang mirip dengan terbentuknya gas biogenik di muara sungai Hangzhou dan Yangtze. Di China, gas biogenik ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai bahan bakar rumah tangga dan industri kecil. Namun demikian, masih belum diperoleh perkiraan harga komersialnya, karena umumnya infra struktur pemboran dan pipanisasi gas ini secara langsung ditanggung oleh pemerintah China. Di Pamekasan, gas biogenik ini dimanfaatkan sebagai lampu penerangan jalan desa dan tungku rumah tangga.
Melonjaknya harga minyak mentah dunia pada tahun-tahun mendatang, membawa konsekuensi penyesuaian atau kenaikan harga BBM dalam negeri, padahal tingkat kemampuan masyarakat terutama di pesisir masih sangat rendah. Oleh sebab itulah, potensi gas biogenik ini cukup rasional diunggulkan sebagai bahan bakar murah pengganti BBM yang selama ini memperoleh susbsidi pemerintah.
Dengan diproduksinya generator listrik skala kecil oleh China dan Australia yang langsung menggunakan bahan bakar methan, maka membuka peluang untuk memanfaatkan gas biogenik untuk dikonversikan menjadi energi listrik. Diperkirakan dari satu lubang bor gas biogenik dengan tekanan 3 Kg/m2 dan kandungan >95% methan, akan menghasilkan 0,5 KW/jam, cukup untuk konsumsi 2-3 rumah tangga di kawasan pedesaan. Walaupun sampai saat ini gas biogenik hanya dimanfaatkan secara setempat (insitu), tidak menutup kemungkinan dapat dikemas pada tabung bertekanan agar mudah ditransportasi. Dengan demikian, jika potensinya cukup signifikan maka dapat diusahakan secara lebih ekonomis pada masa yang akan datang.
Hal lain yang akan muncul sebagai multi efek dari pemanfaatan gas biogenik ini adalah perubahan pandangan masyarakat bahwa gas biogenik yang asalnya dianggap sebagai gas beracun dan berbahaya, akan berubah menjadi berkah jika dapat dikelola dan dimanfaatkan sebagai sumber energi baru yang murah dan ramah lingkungan, sehingga lambat laun akan menghilangkan ketergantungan energi BBM bagi masyarakat di kawasan pesisir yang terpencil.
Sehingga prospek pemanfaatan dan pengelolaan hidrokarbon sebagai sumber energi, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
- Eksplorasi dan pengembangan suatu proses yang mampu mereduksi kebergantungan pada sumber hidrokarbon fosil adalah merupakan suatu langkah untuk merealisasikan karena hampir 90 % dari jumlah senyawa hidrokarbon hasil proses penyulingan minyak mentah baik berupa BBM gasoline, diesel maupun minyak tanah, digunakan sebagai bahan bakar energi untuk mendukung sektor transportasi, industri maupun aktivitas rumah tangga.
- Pengembangan produk biodiesel juga patut dipertimbangkan sebagai alternatif sebagai bahan bakar dikarenakan biodiesel tersebut mengandung oksigen yang membuat pembakaran lebih sempurna dan lebih ramah lingkungan karena asap buangnya tidak hitam.
- Apabila kita bandingkan dengan cadangan minyak dunia, maka berdasarkan tingkat konsumsi sekarang, minyak bumi hanya akan dapat bertahan sampai 40 tahun ke depan saja. Namun demikian, penemuan baru cadangan gas alam umumnya lebih cepat daripada tingkat konsumsinya.
- Indikasi berlimpahnya cadangan gas biogenik di perairan dangkal merupakan sumber daya energi baru/alternatif yang cukup potensial bagi masyarakat pesisir terutama jika penyesuaian harga BBM di dalam negeri telah mencapai harga yang rasional. Utilisasi gas biogenik ini dapat dimanfaatakan untuk generator listrik skala mikro, kebutuhan energi industri kecil, atau dimanfaatkan langsung sebagai bahan bakar gas rumah tangga.
- Ditinjau dari konsepsi strategi pemerataan energi nasional, pengelolaan dan pemanfaatan gas biogenik di kawasan pesisir dan laut dangkal cukup logis jika dijadikan tumpuan dalam pembangunan ekonomi masyarakat kawasan pantai terpencil di masa yang akan datang.
Langganan:
Postingan (Atom)